Balitribune.co.id | Kuta - Warga di seputaran Jalan Raya Legian Nomor 186 Kuta panik dengan hadirnya sekelompok pria berbadan kekar pada Selasa (07/05/2019) siang. Rombongan pria berbadan kekar yang diduga berasal dari salah satu kelompok ormas ini datang untuk mengembok Art Shop Mayang Bali. Tidak itu saja, dengan jumlah sekitar 30 orang itu juga mengusir para pegawai toko yang saat itu sedang berjaga.
“Ada sekitar delapan orang yang masuk bicara dengan saya, sedangkan yang lain menunggu di luar dan di seberang jalan,” ungkap pemilik Art Shop Mayang Bali, Sony, ketika ditemui Bali Tribune. Dikatakan Sony, sekelompok orang itu mengaku sebagai suruhan Feric Setiawan, untuk mengosongkan dan memgambil alih toko. Namun, ketika Sony meminta surat kuasa dari Feric, mereka tidak bersedia menunjukkan.
“Ngakunya dapat kuasa dari Pak Feric. Bahkan, ada yang mengaku sebagai pengacaranya,” ujarnya. Karena itu, Sony mengaku keberatan untuk mengosongkan toko miliknya. Dia menjelaskan, kejadian ini berawal pada tahun 2017 lalu, ia dikenalkan pada Feric oleh dua orang temannya, Rudy dan Andre. Selanjutnya terjadi transaksi pinjam-meminjam dengan jaminan sertifikat tanah dan bangunan senilai Rp25 miliar.
Namun baru ditransfer ke rekening atas nama Sony senilai Rp19 miliar. “Memang kami ada kesepakatan yang ditandatangani jaminannya sertifikat ini. Tetapi baru diberikan kepada saya Rp19 miliar. Masih kurang Rp6 miliar. Kalau Pak Feric lunasi sisanya, saya siap kosongkan tempat ini,” kata Sony. Karena uang yang diterima belum sesuai kesepakatan itulah Sony mengaku keberatan untuk mengosongkan tempat usahanya.
“Jelas saya keberatanlah. Mari kita sama-sama duduk untuk bicarakan masalah ini. Win-win solusinya bagaimana, saya siap supaya kita sama sama enak,” ajak Sony. Dia mengaku kecewa dengan aksi mirip premanisme tersebut. Apalagi, terjadi di kawasan wisata dengan sebutan kampung turis. Sehingga dikhawatirkan akan dapat mempengaruhi pariwisata. “Tadi saja datang rame sekali. Banyak wisatawan asing di sini juga,” katanya.
Sony menyayangkan cara seperti ini yang dipakai. “Saya persilakan mereka untuk lapor polisi supaya kita selesaikan secara hukum tapi mereka tidak mau,” pungkasnya. Feric Setiawan yang dikonfirmasi Bali Tribune via telepon genggamnya mengatakan, tidak tahu soal rencana penutupan tersebut. “Saya tidak tahu. Ada teman saya yang urus. Saya capek, mau istirahat. Terima kasih,” ujarnya singkat. (*)