Sidang Bos Hotel Kuta Paradiso, Hakim Diminta Tolak Seluruh Dakwaan | Bali Tribune
Bali Tribune, Sabtu 30 November 2024
Diposting : 17 January 2020 06:12
Bernard MB - Bali Tribune
Bali Tribune/Sidang Bos Hotel Kuta Paradiso
balitribune.co.id | DenpasarMajelis hakim diminta menolak seluruh dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), sekaligus membebaskan dan merehabilitasi nama baik terdakwa Harijanto Karjadi, bos hotel Kuta Paradiso karena fakta-fakta persidangan memperlihatkan semua dakwaan tidak terbukti. Permohonan ini terungkap dalam nota pembelaan tim penasihat hukum Harijanto Karjadi yang dibacakan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (16/1).  
 
Tim penasihat hukum yang dikoordinir Petrus Bala Pattyona menilai, baik dakwaan ke satu yaitu menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (1) atau dakwaan ke dua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (2) atau dakwaan ketiga tentang penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP tidak terbukti. Sehingga tim penasihat hukum meminta majelis hakim yang dipimpin oleh Soebandi menyatakan terdakwa  tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan ke satu atau dakwaan ke dua atau  dakwaan ke tiga. Demikian nota pembelaan setebal 176 halaman yang dibacakan bergantian oleh tim penasihat hukum Harijanto Karjadi, yaitu Berman Sitompul,  Alfred Simanjuntak, Dessy Widyawati dan Benyamin Seran.
 
Tim penasihat hukum juga memohon majelis hakim memerintahkan JPU yang dikoordinir I Ketut Sujaya untuk segera mengeluarkan Harijanto Karjadi dari Lapas Kerobokan. Sebab, tim penasihat hukum berpendapat berdasarkan uraian yuridis dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan terbukti tidak ada satu pun saksi yang dapat memastikan atau menerangkan perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi memberikan keterangan palsu dalam akta otentik atau tindak pidana penggelapan. “Semua saksi yang memberikan keterangan tidak pernah menyaksikan, mengalami, melihat atau mendengar perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi,” ujar penasihat hukum terdakwa. 
 
Selain itu, terbukti dalam persidangan bahwa semua saksi yang memberikan keterangan dalam BAP adalah saksi-saksi yang diarahkan oleh penyidik untuk memberikan pendapat berdasarkan bahan-bahan berupa surat yang disodorkan penyidik untuk dipelajari dan memberikan keterangan. “Telah terbukti dalam akta notaris I Gusti Ayu Nilawati dalam Akta Nomor 10 tanggal 14 November 2011 tidak ditemukan peran atau keadaan yang membuktikan bahwa terdakwa sebagai pelaku atau menyuruh melakukan atau turut serta sebagai pelaku tindak pidana,” tegas penasihat hukum terdakwa. 
 
Selain itu, RUPS Perubahan Susunan Pengurus dan Pengalihan Saham dalam PT GWP telah  memperoleh persetujuan dari Fireworks Ventures Limited selaku kreditur yang telah membeli hak tagih yang dijual BPPN melalui PPAK VI, setelah sebelumnya oleh GWP diajukan Surat Permohonan Persetujuan.  Dengan demikian pengalihan saham dalam PT GWP tersebut telah memenuhi ketentuan dalam Akta Perjanjian Pemberian Kredit No. 8, tanggal 28 November 1995. Tim penasihat hukum juga menegaskan bahwa, terbukti bahwa pelapor (Tomy Winata) bukan pihak yang berkepentingan melaporkan tindak pidana menempatkan keterangan palsu yang dibuat dalam Akta Notaris I Gusti Ayu Nilawati Nomor 10 tanggal 14 November 2011 karena Tomy Winata baru memiliki Hak Tagih berdasarkan Cessie tanggal 12 Februari 2018 dari Bank China Construction Bank Indonesia (CCBI). Apalagi, terbukti legalitas Tomy Winata sebagai pihak yang berkepentingan dan memiliki hak tagih telah ditolak oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat sesuai putusan perkara Nomor 223/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst tanggal 18 Juli 2019, dan terhadap putusan tersebut telah dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sdalam Putusan Nomor: 702/PDT/2019/PT.DKI tanggal 26 Desember 2019. 
 
Penuh Rekayasa
 
Tim penasihat hukum menilai proses penyidikan hingga penuntutan terhadap Harijanto Karjadi penuh rekayasa karena tidak didasari bukti permulaan yang cukup. Karena laporan Desrizal, yang bertindak atas nama Tomy Winata, tidak didukung bukti-bukti, apalagi bukti berupa Akta Notaris I Gusti Ayu Nilawati Nomor 10 tanggal 14 November 2011 dalam kenyataannya ada beberapa versi, yaitu yang  ada pada penyidik, JPU dan majelis hakim berbeda dengan yang ada pada Kementerian Hukum dan HAM. Tim penasihat hukum juga menilai bahwa Harijanto Karjadi ditangkap di Kuala Lumpur, Malaysia, tanpa prosedur hukum, baik menurut hukum Indonesia atau hukum di Negara Malaysia sehingga muncul polemik di Parlemen Malaysia atas pelanggaran Kedaulatan Negara Malaysia yang dilakukan
 
Kepolisian Polda Bali. Sementara terdakwa menjalani masa penahanan yang menyimpang dari pasal-pasal penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 27 KUHAP tentang Penahanan dengan mengenakan pasal-pasal dari tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diancam dengan pidana 9 tahun agar sesuai dengan Pasal 29 KUHAP, sehingga terdakwa dapat ditahan selama 120 hari. Padahal Pasal TPPU tidak didakwakan kepada terdakwa.