Denpasar, Bali Tribune
Berbicara tentang kopi Bali, menurut Moelyono Soesilo, seorang pakar kopi yang juga pengusaha, kopi Bali kualitasnya atau mutu sudah sangat bagus, tapi yang perlu dicermati saat ini yaitu peningkatan produktivitas. Pasalnya dengan meningkatnya produktivitas kedepannya akan mampu menambah penghasilan petani. “Konsumsi kopi dunia semakin hari akan semakin meningkat, jangan sampai akibat rebutan lahan dengan garap, akhirnya kita akan impor kopi lagi,” ujarnya ketika ditemui di Denpasar, Senin (20/6).
Menurutnya pengembangan kluster kluster kopi yang ada di Bali hingga kini capaiannya sudah luar biasa. Justru itu ia mengharapkan kelompok kelompok tani yang ada di Bali harus bersatu. “Jangan seperti yang saya lihat, merasa enak, terus terlena, akhirnya gagal lagi, tentu ini yang tidak kita harapkan,” tukasnya.
Saat ini katanya, jangan lagi kita bicara tentang pertanian tradisional, petani harus berpikir ke depan, bagaimana menciptakan kualitas kopinya. “Kita jangan bicara produksi dalam kapasitas banyak, tapi bagaimana menciptakan kopi yang punya kualitas diatas kopi premium saat ini, dan ini bisa mendongkrak pendapatan petani kopi,” jelasnya.
Belum lagi tambahan dari sektor pariwisata seperti agrowisatanya, sebenarnya ini yang bisa diupayakan di Bali. Lantas ia mencontohkan di Australia, ada agrowisata kopi, padahal katanya, di Australia tidak ada yang namanya perkebunan kopi. “Di Bali itu kan ada yang namanya perkebunan kopi, kalau saja kelompok kelompok ini bersatu, kan bisa dibuat semacam agrowisata yang menjual, meski di off season atau tidak musim panen, petani kopi masih bisa mendapatkan hasil dari agrowisata,” sebutnya.
Kebutuhan kopi di Indonesia saat ini jabarnya terus mengalami peningkatan empat hingga enam persen. Sedangkan produksinya hanya berkisar 1 persen hingga 2 persen saja. “Kondisi ini mestinya jadi perhatian kita semua, ketika sepuluh tahun kedepan Indonesia terjadi penurunan panen 10 persen sampai 25 persen, akibatnya Indonesia harus impor kopi lagi dari beberapa negara, dan ini diprediksi akan menjadi impor terbesar nantinya,” katanya dengan prihatin.
Salah satu negara tujuan impor kopi nantinya yaitu Vietnam, namun jika dibandingkan kualitas Vietnam sama Indonesia, Moelyono tetap berpendirian kopi asal Indonesia masih yang terbaik. “Contoh kualitas kopi Vietnam level satu, itu sama dengan kualitas kopi Indonesia level empat. Kopi Vietnam level dua, itu sama dengan kopi level lima atau enam artinya, kualitas kopi kita jauh diatas rata rata,” katanya dengan lugas.
Apalagi jika dibandingkan dengan Kopi Bali, jelas beda kelas. Mutu kopi Bali labih bagus dan diatas rata rata premium. “Jadi sekarang yang perlu dipikirkan bagaimana kita berusaha untuk lebih maju dengan usaha kita sendiri,” katanya lagi.
Dari sisi lain, ia juga melihat keterlibatan pemerintah selama ini bagi industri kopi cukup bagus. Tapi ia meminta pemerintah agar lebih fokus, jangan setengah setengah. “Ini yang penting, pemerintah mesti fokus dan konsisten. Jangan petani hanya dijadikan uji coba saja, kalau petani hanya dijadikan uji coba terus,kan kasihan petaninya. Mestinya pemerintah menggali potensi yang ada di petani, dan itu yang dikembangkan, jangan lagi petani dijadikan uji coba,” tegasnya.
Moelyono sendiri saat ini tengah berusaha menggenerasi kaum muda untuk lebih menyukai kopi, baik itu sebagai barista, pertanian, ataupun perdagangan. Ia sendiri yang sejak kecil tumbuh dan besar dari kopi ingin menularkannya pada generasi muda, kalau dikopi itu banyak sekali peluang yang bisa dikelola. “Tahun lalu saya dukung pembuatan film yang bercerita tentang filosofi kopi, yang semua aktor atau aktrisnya belajar dulu filosofi kopi dengan kita, kemudian kita juga adakan wisata kopi ke Jawa Barat ataupun Jawa Tengah, dan tahun ini kita buat TV Program yang namanya Viva Barista, dan inilah salah satu cara saya, bagaimana kaum muda mulai mencintai kopi negerinya sendiri,” tandasnya.
Kiat yang dikembangkan Moelyono bukan tanpa sebab, pasalnya mana mungkin ada generasi muda yang bisa mencintai kopi apalagi menjadi petani kopi tanpa tahu apa itu kopi yang sebenarnya. “Kalau sekarang anak muda langsung disuruh jadi petani kopi mana mau dia, tapi kalau dikenalkan melalui media, maka lambat laun peluang itu akan terbuka,” pungkasnya.