Diposting : 4 June 2019 14:14
Arief Wibisono - Bali Tribune
balitribune.co.id | Denpasar - Hari Raya Idul Fitri yang dirayakan setiap tahun selalu menjadi sorotan lantaran kaum urban berbondong-bondong kembali ke kampung halaman. Mereka mudik untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri di kampung halaman bersama handaitaulan.
Tradisi mudik di Indonesia dinilai sebagai ajang silaturahmi dan pengakuan kesuksesan "aktualisasi" bagi sebagian orang yang bermigrasi. Jadi tradisi mudik ketika Idul Fitri bukan sekadar merayakan Lebaran, tradisi mudik di Indonesia dinilai memiliki kekhasan dibandingkan dengan negara lain yang juga punya tradisi serupa seperti China saat Imlek dan Amerika Serikat saat Natal.
Mudik bisa juga dikatakan sebagai legitimasi sosial kesuksesan di kota besar dan ingin membangun persepsi sukses. Bahwa mereka mendapat pekerjaan, gaji yang besar, hidup yang mewah dibandingkan di desa setelah bekerja setahun bahkan beberapa tahun di kota.
Dari munculnya tradisi mudik hingga kini sepertinya tradisi ini tidak mengalami pergeseran maknanya karena bukan lagi pengakuan kesuksesan, tapi juga untuk bersilaturahmi atau bertemu dengan keluarga.
Dipilihnya mudik bukan tanpa sebab. Pasalnya, mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam dan pada masa itu pula ada kesempatan libur yang panjang bagi para pekerja dan pelajar serta sudah menjadi agenda nasional. Dengan alasan libur panjang itulah memungkinkan mereka melakukan banyak aktivitas di kampung, seperti bernostalgia, reuni, diskusi serta melaksanakan aktivitas olahraga dan seni.
Bagong Cahyono selaku Pembina Ikatan Warga Jember (IWJ) yang beranggotakan sekitar 1.500 warga Jember dan berdomisili di Kota Denpasar dan sekitarnya mengatakan, hampir 98 persen warga Jember yang ada di Bali mudik ke kampung halamannya. Di kampung mereka mengisinya dengan berbagai aktivitas sosial seperti bersilahturahmi, lepas kangen dengan kerabat, memperbaiki rumah serta kegiatan lainnya.
"Biasanya mereka akan saling mengundang satu sama lainnya ketika Lebaran atau istilahnya "open house". Sedangkan untuk kegiatan besarnya nanti kita akan gelar di Denpasar usai lebaran setelah teman-teman kembali ke Denpasar," ujar pria asal Jember ini, Senin (3/6).
Dalam kesempatan ini ia juga menuturkan, arus mudik di penyeberangan Gilimanuk, Bali menuju Ketapang, Banyuwangi cenderung lancar. Hal ini katanya bukan hanya akibat dari kesiapan petugas di lapangan namun juga mulai diberlakukannya penggunaan uang elektronik. "Kalau tahun lalu kita agak lama nunggu uang kembalian, tapi dengan adanya uang elektronik jadi lebih cepat," sebutnya.
Bagong yang kini sudah berada di kampung halamannya memang memiliki tradisi mudik tiap tahunnya dan katanya itu akan terus dipertahankan. "Kapan lagi pulang kalau bukan saat Lebaran," tutupnya.