balitribune.co.id | Bangli - Belum cairnya pembagian bagi hasil retribusi pariwisata obyek wisata Penglipuran selama empat bulan mengundang cibiran dari kalangan anggota DPRD Bangli. Pihak dewan berharap pemerintah daerah tidak menyandera hak pengeloloa obyek wisata Penglipuran.
Anggota DPRD Bangli, Gede Tindih mengatakan regulasi bagi hasil retribusi pariwisata Desa Penglipuran yakni prosentase 60 persen untuk pengelola dan 40 persen untuk Pemkab Bangli. Total hasil pungutan retribusi di setor langsung ke Pemkab Bangli dan baru kemudian 60 persen kembali di setor pengelola.
”Artinya uang bagi hasil untuk pengelola sejatinya sudah ada, seharusnya tidak ada istilah nunggak atau menyandera pencairan pembayaran ke pengelola,” tegas Gede Tindih, Senin (22/4).
Politisi dari Partai Nasdem ini mengatakan, berkaca dari kondisi yang terjadi, dapat dikatakan telah terjadi kesalahan atau salah urus dalam tata kelola keuangan daerah. Seharusnya pengelolaan keuangan harus tepat sasaran sesuai dengan perencanaan.
“Jangan di pakai untuk kegiatan yang macam-macam pemanfaatan harus berdasarkan perencanaan dan menggunakan skala prioritas,” ungkap politisi asal Desa Songan, Kecamatan Kintamani ini. Perlu diketahui obyek wisata Penglipuran merupakan salah satu penyumbang PAD tertinggi di Bangli.
Gede Tindih mengaku mendapat informasi belum cairnya dana bagi hasil retribusi, mengharuskan pengelola menalangi biaya operasional dengan cara meminjam. Kondisi ini tentu sangat miris sekali apalagi pengelola telah melaksanakan kewajiban sesuai dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Pihaknya mendesak agar Pemkab Bangli segera menuntasakan masalah ini, tidak ada alasan ngadatnya pembayaran karena pertimbangan kas daerah lagi kosong,” ujar GedeTindih.