balitribune.co.id | Denpasar - Bareskrim Polri akhirnya membeberkan pabrik narkoba langsung dari lokasi kejadian di Sunny Villa, Jalan Pemelisan Agung, Tibubeneng, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Senin (13/5). Gelar dipimpin Kabareskrim Komjen Wahyu Widada didampingi Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Brigjenpol Mukti Juharsa dan Kapolda Bali Irjenpol Ida Bagus Kade Putra Narendra.
Terungkap enam orang tersangka dalam kasus pabrik atau clandestine laboratorium ganja hidroponik dan ekstasi itu. Ada empat warga negara Ukraina, yaitu saudara kembar bernama Ivan Volvod dan Mikhyla Volvod, serta rekan mereka inisial RN dan OK. Selain itu satu warga negara Rusia bernama Konstantin Kurtz dan satu warga negara Indonesia inisial LM. Mereka ternyata masuk dalam jaringan Hydra dan Fredy Pratama. Namun RN dan OK masih dalam pengejaran polisi alias DPO.
Wahyu menjelaskan, pabrik narkoba itu diproduksi oleh si kembar asal Ukraina. Terbongkarnya kasus ini berawal dari upaya pengembangan kasus clandestine laboratorium di Sunter 4 April 2024 milik seorang tersangka inisial FP. Setelah dilakukan profiling, ditemukan ada DPO lab Sunter, Jakarta Utara yang kabur ke Bali berinisial LM.
"Anggota kami menemukan bukti kuat berupa dokumentasi perjalanan paket barang bahan kimia prekursor clandestine laboratorium Sunter ke Bali," ungkapnya kepada wartawan di lokasi kejadian.
Selanjutnya polisi menelusuri ada empat lokasi untuk pengiriman bahan-bahan kimia, salah satunya adalah Pabrik Narkoba di Kuta Utara tersebut yang melibatkan Ivan, Mikhyla, RN, OK, pengedar Konstantin, dan juga LM. Sehingga, Dittipidnarkoba Bareskrim Polri langsung melakukan joint operation dengan Jajaran Ditjen Bea Cukai Pusat, Bandara Soetta, dan Bali, Kanwiil Imigrasi Bali, Ditresnarkoba Polda Bali dan Polres Badung. Tim gabungan kemudian melakukan penggerebekan Sunny Village, Kuta Utara, Kamis (2/5). Hasilnya ditemukan si Kembar Ivan dan Mikhyla, beserta barang bukti lab penanaman ganja hidroponik sebanyak 9,8 kilogram; mephedrone sebanyak 437 gram. Selain itu, ada ratusan kilogram berbagai jenis bahan kimia prekursor pembuatan narkoba jenis mephedrone dan ganja hidroponik, serta berbagai macam peralatan laboratorium pembuatan mephedrone dan hydroponic ganja.
"Laboratorium ganja hidroponik dan produksi Mephedrone ini diproduksi di basement villa. Dan yang mendesain bangunan pabrik ini para tersangka sendiri," terangnya.
Polisi kemudian melacak LM yang menyewa kamar kos di Sesetan, Denpasar Selatan dan berhasil diringkus pada hari itu juga. Selain meringkus tersangka, polisi juga menyita sebanyak 6 kilogram ganja.
"Dari hasil pemeriksaan LM ini, diketahui perannya sebagai orang gudang, kurir dan operator di Bali. Sebelumnya ia hanya berperan sebagai pemegang rekening jaringan narkoba Fredy Pratama," urainya.
Selanjutnya polisi menangkap Konstantin yang bertugas mengedarkan narkoba hasil produksi dari pabrik di Sunny Village. Pria Rusia itu memasarkan melalui jaringan Hydra. Dari tangannya disita barang bukti berupa ganja sebanyak 382.19 gram, hashis sebanyak 484 92 gram, kokain sebanyak 107,85 gram, dan mephedrone sebanyak 247,33 gram.
Sementara itu Mukti menambahkan, para tersangka mengakui, bahwa bahan dan peralatan pabrik narkoba itu dipesan dari Tiongkok melalui market place Ali Baba dan Ali Express. Bibit ganja dikirim dari Rumania dan peralatan lainnya dibeli melalui market place Indonesia. Sistem kerja ganja hidroponik sudah moderen dan sistematis.
"Penanamannya disetting sedemikian rupa dengan adanya lampu ultraviolet, alat pengukur ph, pemberian air, oksigen serta pupuk secara otomatis dan teratur sehingga bunga ganja yang di hasilkan kualitasnya sangat baik," katanya.
Modus operandi pemasarannya menggunakan jaringan Hydra Indonesia (darknet forum 2 roads.cc) untuk memasarkan produk ganja hidroponik dan mephedrone melalui aplikasi telegram bot. Beberapa grup telegram tersebut yaitu Bali Hydra Bot, Cannashop Robot, Bali Cristal Bot, Hydra Indonesia Manager dan Mentor Cannashop.
"Hydra ini ada di Indonesia dan kode-kodenya tersebar di Bali. Ada yang dicat di tembok-tembok menggunakan pilox, menariknya transaksi dari pemesan dilakukan menggunakan uang elektronik bitcoin," paparnya.
Para tersangka dikenakan Pasal 114 ayat (2) subsider pasal 113 ayat (2), Pasal 112 ayat (2) lebih subsider pasal 129 huruf a dan pasal 111 ayat (2) juncto pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman minimal lima tahun penjara dan maksimal hukuman mati, serta denda minimal Rp1 miliar dan maksimal Rp 10 miliar.