BALI TRIBUNE - Sejumlah warga yang tinggal di bantaran sungai yang merupakan jalur aliran lahar mulai khawatir dengan keselamatan mereka sendiri. Pasalnya, kendati rumah mereka berada di luar zona merah radius 6 kilometer dari kawah Gunung Agung, namun ketika terjadi hujan lebat aliran sungai meluap oleh banjir lahar dingin, dan keselamatan merekapun terancam.
Ini dialami oleh sebagian besar warga yang tinggal di bantaran sungai Tukad Panti, Kecamatan Selat. Ada puluhan warga yang tinggal di sepanjang bantaran aliran sungai ini baik dari Dusun Griana Kangin, maupun Dusun Tukad Sabuh, Desa Duda Utara, Kecamatan Selat.
Untuk mengecek kondisi dan kemungkinan ancaman bahaya yang mengancam puluhan warga di bantaran sungai tersebut, sejumlah anggota Muspika Kecamatan Selat, mengunjungi bantaran sungai tersebut, Jumat (12/1).
Dari pengecekan tercatat ada sebanyak 40 orang warga Dusun Griana Kangin yang tinggal di bantaran sungai tersebut. Selain itu warga tersebut juga terancam terisolir pasca putusnya badan jalan yang melewati aliran sungai pasca terjangan banjar lahar dingin beberapa waktu lalu. Dimana saat ini badan jalan yang awalnya rata kini terputus dengan kedalaman sampai 4 meter. Kendati masih bisa menuju ke rumah mereka, namun puluhan warga tersebut harus berjalan kaki lantaran sisi sungai yang awalnya bisa dilewati kendaran kini sudah menjadi aliran sungai.
I Wayan Darsika (40) misalnya, warga satu ini memang tinggal dibantaran sungai Tukad Pant, yakni sekitar 10 meter dari sisi sungai, sementara akses jalan sudah rusak dan tidak lagi bisa dilewati kendaran. “Ya saya sendiri khwatir, kalau misalnya terjadi banjir lahar dingin atau lahar panas saat Gunung Agung erupsi, ya sangat sulit untuk menyelamatkan diri dengan cepat karena akses jalan rusak parah,” ungkap Darsika ketika ditemui oleh Camat Selat, Nengah Danu dan Kapolsek Selat AKP Made Sudartawan, kemarin.
Saat warga lainnya mengungsi beberapa waktu lalu karena tempat tinggal mereka masuk dalam zona berbahaya, ada sebanyak empat warga yang tidak mengungsi masing-masing Ni Wayan Kundri (55), I Ketut Sumawa (56), Kadek Arnawa dan satu orang lansia Ni Wayan Ribut (70).
Warga lainnya yang tinggal di bantaran sungai yakni Ni Nyoman Supadmi asal Tukad Sabuh juga mengungkapkan kekhawatiran yang sama. Supadmi sendiri tinggal bersama suami dan anaknya, dan ketika tterjadii hujan terdengar suara gemuruh dia bersama keluarganya pun langsung buru-buru meninggalkan rumah untuk mengungsi ke tempat yang aman karena takut terjadi banjir lahar dingin.
“Saya sebelumnya ngungsi ke Klungkung kemudian akhirnya pulang karena radius bahaya dipersempit dari awalnya 8-10 kilometer menjadi 6 kilometer. Apalagi sekarang anak saya sudah mulai sekolah sejak sekolah mulai dibuka kembali,” ucap Supadmi.
Sementara itu terkait hal ini, Camat Selat, Nengah Danu mengaku jika pihaknya akan segera berkoordinasi dengan PURR Karangasem untuk menyediakan selter di lapangan Mamed Sidemen bagi warga yang tinggal di bantaran sungai ini. “Memang sebaiknya warga ini mengungsi dulu. Kalau bisa kita akan tempatkan di selter selter di lapangan Mamed Sidemen,” tegasnya.
Memang sesuai hasil rapat, warga yang diluar radius 6 km bisa saja mengungsi kalau masih bahaya, termasuk warga yang tinggal di bantaran sungai seperti ini. Karena Tukad Panti sendiri merupakan aliran lahar dingin juga lahar panas saat letusan tahun 1963 silam.