8 Personel Polda Bali Sukses Jalankan Misi Perdamaian PBB | Bali Tribune
Bali Tribune, Jumat 29 Maret 2024
Diposting : 21 October 2020 05:44
Redaksi - Bali Tribune
Bali Tribune/ PULANG – Delapan personel Polda Bali yang baru pulang dari misi perdamaian di Afrika Tengah foto bersama dengan Kapolda Bali Irjen Pol Dr Petrus Reinhard Golose.
Balitribune.co.id |  Denpasar- Delapan personel Polda Bali yang tergabung dalam Satgas Garuda Bhayangkara II FPU 11 UNAMID (United Nation and African Union Mission in Darfur) dan FPU I Minusca akhirnya kembali ke Indonesia. Mereka sukses menjalankan misi perdamaian dan keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) di Afrika Tengah selama 15 bulan. 
 
Kedelapan personel tersebut adalah Ipda Wayan Gede Parnata, Briptu M Arifandy, Iptu I Made Suweca, Iptu Cok Gede Raka, Aiptu Gede Oka Widiatmika, Bripka Komang Sudiasa, Brigpol Agus Andi Putra dan Briptu Wayan Fajar Satrya.
 
Tiba di Bali, mereka langsung menghadap Kapolda Bali, Irjen Pol Dr Petrus Reinhard Golose, Senin (19/10/2020). Kapolda Bali pun memberikan apresiasi dan merasa bangga karena sudah berhasil melaksanakan tugas dengan baik tanpa ada melakukan pelanggaran.
 
Menurut Kapolda, pengiriman prajurit Bhayangkara ke negara Afrika sebagai peluang untuk menunjukkan eksistensi dan prestasi di ranah internasional yaitu menjaga perdamaian dunia.
“Terima kasih sudah melaksanakan tugas dengan baik di Afrika Tengah, dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi medan yang ada. Tugas ini sangat berat karena membawa nama baik negara, institusi Polri khususnya Polda Bali,” kata Kapolda.
 
Jenderal bintang dua di pundak ini berharap, pengalaman yang didapatkan ketika bergabung di Satgas Garuda Bhayangkara agar diceritakan kepada personel Polri lainnya, sehingga mereka termotivasi bergabung dalam misi perdamaian dunia. 
 
Sementara Iptu I Made Suweca mengatakan, Satgas Garuda Bhayangkara FPU I Minusca berjumlah 140 personel.  Berangkat ke Afrika Tengah pada tanggal 27 Juni 2019 dipimpin oleh Kombes Pol FX Arendra Wahyudi SIK selaku Kasatgas dan AKBP M Ikhwan Lazuardi SH SIK selaku Wakasatgas.
 
Satgas Garuda Bhayangkara FPU I Minusca adalah pasukan pertama yang menjalankan perdamaian di Repuplik Afrika Tengah. Sebagai pasukan pertama, tentu sangat berat dijalani karena semua berawal dari nol. 
 
Iptu I Made Suweca mengaku kaget karena belum ada tempat beristirahat, yang ada di hadapannya adalah hamparan tanah kosong. Selain melaksanakan tugas dari PBB, ia juga harus membangun Garuda Camp. 
 
“Sekitar 3 bulan kita tinggal di tenda sambil menunggu camp kita berdiri dan Garuda Camp mendapat predikat terbaik yang ada di Minusca,” ucapnya.
 
Selain Indonesia, juga ada pasukan dari negara lainnya. Untuk pasukan Satgas Garuda Bhayangkara FPU 1 Minusca bergabung dengan Rwanda Batalyon, Marroco Batalyon, Nepal Army, Pakistan Army, Bangladesh Army, Burundi, Egypt Batalyon, Gabon Batalyon, EUTM (Uni Eropa). Tidak hanya itu, Satgas Garuda juga bergabung FPU Rwanda, Senegal, Kamerun, Mauritania, Kongo dan Egypt.
 
Pengalaman apa yang paling sulit dilupakan saat bertugas di Afrika Tengah? Perwira yang saat ini bertugas di Sat Brimob Polda Bali ini menceritakan saat dirinya bersama rombongan terjebak di tengah-tengah konflik antar kelompok bersenjata. 
 
“Kita pernah terjebak di tengah-tengah konflik antar kelompok bersenjata di daerah Yakite di PK5 Bangui saat melaksanakan patroli sehingga kita keluar dari zona konflik tersebut,” ungkap Iptu I Made Suweca.
 
Bagaimana pelaksanaan tugas saat pandemi Covid-19? Iptu I Made Suweca menyampaikan, seluruh anggota Satgas Garuda Bhayangkara wajib menggunakan masker dan membawa hand sanitizer sehingga pelaksanaan tugas tetap berjalan seperti biasa. 
 
“Untuk pandemi Covid-19, kita diwajibkan untuk selalu menggunakan masker dan membawa hand sanitizer. Pasukan United Nation (UN) selalu diarahkan dan diwajibkan untuk menggunakan masker,” tegasnya.
 
Kesadaran warga untuk menjaga kesehatan saat pandemi masih sangat kurang, hanya ada beberapa warga dan aparat setempat yang menggunakan masker. Anjuran menggunakan masker dari pemerintah tetap ada, tetapi masyarakat di sana kurang peduli. 
“Jangankan untuk membeli masker, untuk makan saja mereka sulit dan listrik juga hanya ada di beberapa tempat saja,” tutup Made Suweca.