
Guru Besar (emeritus) Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Prof. I Wayan Windia dikenal sangat concern terhadap pertanian. Orang yang paling lantang bersuara jika ada yang merusak subak, sebab berkat campur tangannya juga subak berhasil sebagai warisan budaya Bali ditetapkan oleh UNESCO (The United Nations Educational Scientific and Cultural Organization) tahun 2012.
Mendiang pernah marah ketika Pemerintah Kabupaten Tabanan membangun landasan helipad di Subak Jatiluwih, ia memprotes keras karena itu termasuk eksploitasi subak. Tak segan-segan dia meminta Unesco mencabut status subak di Bali sebagai warisan budaya dunia karena kondisinya memprihatinkan.
Tidak hanya soal pertanian, ia juga sangat memperhatikan persoalan politik dan sosial sehingga dipilih memimpin Stispol (Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik) Wira Bhakti Denpasar. Ia rajin menulis opini dan dibagikan ke teman-teman media. Almarhum kerap mengkritik pemerintahan Bali di tengah banyak pihak yang takut dengan penguasa.
Istri almarhum Gusti Ayu Wandriwati mengatakan almarhum sakit paru-paru dan saat ini jenazah dititip di RS Prof Ngoerah. Selanjutnya akan dibawa ke rumah duka pada, Minggu (9/4), sedangkan upacara pengabenan Selasa mendatang (11/4). ” Meninggal di RS Prof Ngoerah sekitar 04.00 pagi,” ucapnya.
Prof Windia meninggal di usia 73 tahun, ia meninggalkan istri dan dua orang anak. Selain sebagai Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Prof Windia adalah Ketua Stispol Wira Bhakti Denpasar periode 2020-2024. Prof Windia juga dipercaya sebagai Ketua Penelitian Subak Universitas Udayana. Tidak hanya itu, almarhun juga Sekretaris Tim Penyusunan Proposal Warisan Budaya Dunia (WBD) Subak di Bali yang telah diputuskan UNESCO.
Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof. I Nyoman Gde Antara, juga mengucapkan berbelasungkawa atas kepergian Prof.Windia. Ia kaget mengetahui kabar duka ini dan sangat mengejutkan. Padahal, ia sempat berkomunikasi dengan almarhum, Jumat kemarin (31/3). “Saya sampai kemarin siang masih berkomunikasi dengan beliau. Terakhir kami minta bantuan beliau untuk menjadi tim perumus Visi Misi Unud dalam rangka PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum), ” ucapnya saat dihubungi Sabtu (1/4).
Lebih lanjut dijelaskan, Prof Windia adalah seorang profesor senior yang sangat mampu ngemong (mendidik) generasi muda Universitas Udayana. Pria asal Gianyar itu tidak pelit ilmu apalagi tentang subak. “Unud sangat kehilangan sosok Profesor rendah hati, bersahaja, sederhana dan sosok panutan. Kami sangat kaget dan kehilangan yang sangat dalam,” imbuhnya.
Prof Windia memang sering berbagi Ilmu Subak di Bali atau nasional hingga mancanegara seperti Jepang, Eropa dan Amerika. Selama di Unud Prof Windia sebagai dosen Prodi (Program Studi) Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Prof Windia menyelesaikan studi doktor di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada tahun 2002. Disertasinya adalah tentang ”Transformasi Sistem Irigasi Subak yang Berlandaskan Konsep Tri Hita Karana,”. Prof Windia terlibat sebagai national expert dalam proses pengusulan subak sebagai warisan budaya dunia, yang akhirnya diakui oleh UNESCO pada tahun 2012.
Penelitian lima tahun terakhirnya tetap fokus pada bidang subak. Kajiannya tentang pengembangan aktivitas subak dalam bidang ekonomi. Prof Windia juga mendokumentasikan dalam bentuk buku tentang manajemen sistem irigasi subak di Bali. Saat ini mendiang sebagai anggota kelompok ahli Pemkab Gianyar dan juga sebagai Koordinator Kelompok Ahli Kota Pusaka Kabupaten Gianyar.