balitribune.co.id | Tabanan - Menjelang masa kampanye Pilkada 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tabanan kembali mewanti-wanti soal netralitas perbekel atau kepala desa dan aparatur sipil negara (ASN).
Penekanan itu ditandai dengan sosialisasi pengawasan dan penandatanganan ikrar netralitas oleh perbekel dan ASN yang berlangsung di wantilan Taman Pujaan Bangsa Margarana, Kecamatan Marga, pada Sabtu (21/9).
Ketua Bawaslu Tabanan, I Ketut Narta, menekankan pentingnya netralitas dalam menjalankan tugas di masa kampanye. Pihaknya akan bertindak tegas bila ada pelanggaran, mengingat pihaknya sudah beberapa kali melakukan pencegahan. “Jangan mempersulit Bawaslu karena kami sudah mengenal baik para Perbekel. Banyak di antara mereka yang pernah menjadi PPK dan PPS, sehingga paham aturan yang berlaku,” ujar Narta.
Ia tidak memungkiri, perbekel memiliki hak pilih dan boleh hadir dalam acara simakrama atau sosialisasi visi misi cabup-cawabup bila merujuk pada Undang-undang Desa. Namun, ia menegaskan bahwa kehadiran perbekel dalam simakrama bersifat pasif dan tidak boleh menunjukkan gesture, yel-yel, atau simbol dukungan terhadap pasangan calon tertentu. “Perbekel hadir sebagai warga yang bertanggung jawab atas wilayahnya. Siapapun pasangan calon yang hadir, perlakuan harus sama,” tegasnya.
Posisi yang sama juga berlaku untuk ASN. Narta menegaskan, sesuai Surat Menpan RB, ASN dilarang terlibat kampanye aktif. ASN hanya boleh hadir dalam acara kampanye di luar jam kerja dan tidak mengenakan atribut apapun, baik ASN atau pasangan calon. "ASN ini pelayan publik. Meski ada kampanye di waktu kerja, mereka tidak boleh hadir. Kalau di luar jam kerja, mereka boleh mendengarkan visi-misi paslon, tapi tanpa atribut ASN atau paslon,” jelas Narta.
Ia juga mengingatkan soal potensi konflik di media sosial. Untuk itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan KPU terkait pendaftaran akun media sosial para calon dan memantau aktivitas tersebut. Bila ditemukan kampanye hitam atau narasi yang memicu konflik, Bawaslu akan bekerja sama dengan Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) untuk melakukan takedown. “Kami tidak segan berkoordinasi dengan pihak kepolisian jika ditemukan unsur pidana dalam unggahan media sosial yang dapat memicu ketegangan politik,” tegasnya.
Pihaknya juga berharap, admin akun media sosial juga diminta menyaring materi konten yang diunggah untuk menghindari gejolak di masyarakat.