Negara, Bali Tribune
Perkembangan jumlah Sekha Jegog yang merupakan kesenian khas Jembrana belakangan ini mengalami peningkatan. Penabuhnya pun kini jumlahnya semakin banyak. Terlebih gambelan jegog bisa dimainkan oleh penabuh segala usia sejak usia anak-anak, remaja dan usia dewasa. Namun perajin pembuat gambelan jegog justru kian langka dan minim.
Di tengah seni tabuh Jegog yang mengalami tren meningkat itu, Wakil Bupati Jembrana, I Made Kembang Hartawan menyoroti minimnya perajin pembuat gamelan Jegog. Menurut Wabup Kembang, kendati penabuh jegog yang kini jumlahnya banyak dan menjadi salah faktor lestarinya kesenian jegog di Jembrana, namun realitanya yang kini justru terlupakan adalah perajin pembuat gambelan jegog. Minimnya pembuat gambelan jegog juga dikhawatirkan menjadi penyebab kelestarian kesenian jegog akan semakin punah.
Saat mengunjungi rumah I Ketut Darma alias Damok (71) perajin pembuat gamelan jegog di Banjar Pangkung Liplip, Desa Kaliakah, Negara Rabu (5/9), Wabup Kembang mengaku pihaknya tidak menginginkan seni jegog sampai punah akibat minimnya perajin itu kini melakukan langkah progresif untuk memberdayakan pembuat gambelan jegog sebagai implementasi dari Program Pembangunan Semesta Berencana khususnya dalam bidang pengembangan dan pelestarian seni budaya.
Ketut Darma di hadapan Wabup Kembang menuturkan perjalanannya sebagai pembuat jegog yang awalnya diajak oleh ayahnya yang juga pengerajin pembuat jegog sekitar tahun 1970 untuk membantu membuat jegog di Petapan Pesidi, Desa Tegalcangkring, Mendoyo. Saat itu Damok diberi tugas untuk membuat bilah-bilang gambelan jegog yang terbuat dari bambu. Karena ditekuninya, ia pun akhirnya bisa membuat gambelan jegog dab sampai saat ini masih tetap berproduksi.
Ia menyebutkan saat ini ada empat sanggar jegog yang ia tangani, salah satunya Sanggar Sukarya di Kelurahan Tegalcangkring, Mendoyo yang kini telah memiliki perwakilan di Jakarta. Selain itu ia juga mengaku menangani Sekhe jegog yang ada di Ubud Gianyar. Ketika jegog-jegog tersebut mengalami kerusakan dirinyalah yang dipanggil untuk memperbaikinya. Keahliannya dalam membuat jegog memicu sejumlah sekha maupun desa memesan jegog hasil karyanya. Selain membuat gamelan jegog di rumahnya, ia mengaku justru lebih sering datang langsung ke lokasi pemesannya. Dalam pembuatan gamelan jegog, ia hanya mengajak dan dibantu anaknya Ketut Madiasa (40).
Saat ditanya mengenai harga gamelan jegog yang ia buat, Damok enggan menyebutkan nominal rupiahnya karena menurutnya pembuatan jegog yang ia tekunin murni karena kesukaan dan hobby. Ia pun mengaku tidak bisa menghargai hasil karyanya selain karena menjalankan hobby juga sungkan dengan pemesannya. Meski begitu dari pemesannya sendiri disebutkan harga satu unit gamelan jegog sekitar Rp. 300 ribu atau satu set gamelan jegog yang sudah jadi harganya mencapai Rp. 50 juta.
Selain menemui Ketut Darma, Wabup Kembang juga menyempatkan untuk menemui I Wayan Dendra (70) asal Banjar Berawantangi, Desa Tukadaya, Melaya yang merupakan seniman tukang laras (seting nada) jegog. Dendra bahkan mengaku mengetahui jenis dan kekuatan nada jegog-jegog yang ada di wilayah Kecamatan Melaya. Sehingga saar ada pementasan jegog yang dipadukan untuk ‘mebarung’ (adu kekerasan suara), ia pun bisa me-laras gamelan supaya lebih kuat dan keras dari gamelan lawannya. Namun sangat disayangkan, ia sendiri tidak memiliki generasi penerus sebagai tukang laras jegog.
Wabup Kembang menyebutkan saat ini seni jegog dari sisi penabuhnya tidak perlu dikhawatirkan, tetapi untuk pembuatnya perlu dipikirkan dan harus diberdayakan. Kehadirannya di rumah perajin pembuat jegog selain untuk memberikan semangat agar terus berkarya, juga ingin melihat langsung kondisi para pembuat jegog. Upaya ini merupakan langkah untuk mensukseskan program pembangunan semesta berencana dalam bidang seni budaya di Jembrana.
Setelah kunjungan yang juga dilakukan pendataan perajin amlan jegog itu, pihaknya ke depan akan menyusun program yang benar-benar tepat bagi perajin gamelan jegog. Wabup Kembang menyayangkan harga gamelan jegog masih terlalu murah padahal menurutnya seni itu nilainya sangat mahal.