
BALI TRIBUNE - Tidak hanya masalah pemasangan seng penyilau, gangguan kenyamanan wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Ceking Teras, Tegallalang, kini semakin lengkap. Pembangunan resto di areal persawahan yang menjadi objek utama juga bermunculan. Belum lagi masalah kemacetan yang tak pernah tuntas menuai sorotan berbagai kalangan.
Pantauan Bali Tribune, Senin (21/8), di balik serbuan wisatawan, objek wisata Ceking, kini kian memprihatinkan. Kenyamanan wisatawan pun semakin terusik, akibat perkembangan objek yang tidak terkontrol. Di sekitar areal persawahan yang menjadi objek utama kawasan ini, terlihat ada aktivitas pembangunan resto baru lagi. ”Jika pembangunan ini tidak ditindak, lama-lamaan Ceking teras akan berubah menjadi kawasan resto terasering,” gumam Ni Wayan Hariani, salah seorang pemandu wisata yang ditemui di lokasi.
Disebutkan, sejumlah gangguan kenyamanan kerap dikeluhkan wisatawan yang dipandunya. Mulai dari pemasangan seng penyilau akibat pembagian kue sewa pemandangan yang tak merata, pungutan donasi kepada wisatawan yang melintas di persawahan, donasi berselfie ria, hingga kemacetan lalulintas yang hingga kini tidak pernah tuntas. ”Yang mencolok sekarang sih itu ada aktivitas pembangunan lagi di sebelah pemasangan seng penyilau. Kalau bangunan resto terus bermunculan, maka akan menghilangkan kesan alami persawahan terasering ini,” terangnya.
Bendesa Tegalallang I Made Jaya Kusuma tidak menampik kondisi itu. Meski pengelolaaan objek wisata ini ada di bawah Desa Pakraman Tegallalang, namun objek yang melibatkan wewidangan desa adat lain, menjadi kendalanya. Meskipun pihaknya sudah melibatkan pemilik lahan di seberang melalaui kesepakatan. ”Iya memang kami dapati ada aktivitas pembangunan di seberang sana. Namun apa daya kami, itu di luar wewidangan kami,” terangnya pasrah.
Mengenai kemacetan, sebutnya, pihaknya sudah menyedikan lahan parkir bahkan kini sedang dipersiapkan lagi areal parkir yang baru. Harapannya, areal parkir itu mampu menampung armada pariwiasata yang berkunjung pada musim kunjungan padat. Hanya saja, sebutnya kemacetan kerap terjadi lantaran ulah sopir wisata nakal yang mengabaikan tanda larangan parkir dan berhenti.
Ditemui terpisah, Anggota DPRD Bali, I Nyoman Parta mengkaui dan malah pernah terjebak kemacetan. Atas kondisi ini Parta berharap Pemkab Gianyar turun tangan. Karena kemampuan serta kewenagan pihak pengelola juga ada batasannya. ”Meskipun pengelolaan diserahkan ke desa adat, semua kendala yang dihadapi juga menjadi tanggujawab Pemkab Gianyar,” sorotnya.
Untuk pengelolaan objek wisata yang melibatkan sejumlah wewidangan desa adat ini, baginya harus mendapat perhatian serius. Karena rentan terjadi gesekan. Terlebih lagi, pembangunan resto di objek utama kini terus berlomba dan tidak mendapat menindakan tegas dari pemerintah. ”Aparat pemerintah seharusnya melakukan antisipasi lebih awal. Bila tidak ada ketegasan, destinasi wisata akan memudar,” pungkasnya.