Diposting : 25 January 2019 21:16
redaksi - Bali Tribune
Bali Tribune, Gianyar - Keterbatasan fisik, membuat hidup I Dewa Nyoman Oka (55), semakin tersudut. Penyandang gangguan penglihatan dan tuli serta sebatang kara asal Banjar Tarukan Kaja, Pejeng Kaja, Tampaksiring ini, kini mengharapkan keadilan dalam mempertahankan pekarangan rumah kelahirannya. Terungkap, di saat berjuang atas pekarangannnya yang disertifikatkan kerabatnya, kini harus menghadapi gugatan di meja hijau.
Ditemui, Kamis (24/1), Dewa Oka didampingi pamannya Dewa Nyoman Ngurah (65), masih memiliki semangat dan keyakinan atas haknya. Dari penuturan Dewa Ngurah, pekarangan yang kini ditempati Dewa Nyoman Oka sudah bertahun-tahun mulai dari almarhum kakeknya bernama Dewa Putu Degang (almarhum) dan lanjut ayahnya Dewa Made Tresnapati (almarhum). Kini, Oka yang menderita buta dan tuli, hidupnya sebatangkara. Ironisnya, tanpa dinyana pekarangannya telah disertifikatkan saat ada program Prona tahun 2013.
Informasi itu kemudian ditelusuri ke Badan Pertanahan Nasional dimana ternyata ditemukan surat sporadik dan surat keterangan dari desa bahwa tanah Dewa Nyoman Oka telah terbit sertifikat atas nama kerabatnya Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Nyoman Ngurah Swastika.
Dengan adanya temuan dugaan pemalsuan surat atas terbitnya sertifikat itu, Dewa Nyoman Oka melalui keluarganya akhirnya mengambil langkah hukum, dengan melapor ke Polda Bali. Atas laporan itu, aparat kepolisian pun menetapkan Dewa Ketut Oka Merta dan I Dewa Nyoman Ngurah Swastika sebagai tersangka serta sudah ditahan dan berkasnya kini sudah dilimpahkan Kejari Gianyar.
Tidak hanya itu, Polda bali juga menetapkan tiga orang tersangka lainnya, yakni I Dewa Putu Artha Putra mantan Perbekel Pajeng Kaja, Bendesa Pakraman Taruikan I Wayan Artawan dan Kepala Dusun Tarukan Kaja, I Nyoman Sujendra.
Namun, status tersangka atas dugaan pemalsuan sertifikat ini, posisi Dewa Oka tenyata belum aman. Sebab, dua tersangka. Di balik harapan mendapatkan perlindungan hukum ini, para tersangka Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Nyoman Ngurah Swastika melakukan gugatan perdata. Meladeni gugatan ini, Dewa Oka pun harus berjuang dengan bantuan jasa penasihat hukum.
“Kami hanya berharap dalam perkara perdata ini, ada keadilan. Terlebih, para penggugat ini sudah berstatus tersangka yang artinya ada cukup bukti awal bahwa mereka telah melakukan pemalsuan sertifikat,“ harap Dewa Nyoman Ngurah.
Secara terpisah, I Made Somya Putra, kuasa hukum Dewa Nyoman Oka mengungkapkan, selain sikap diskriminatif, penyandang disabilitas juga rentan sekali menjadi korban tindak pidana. Sebagaimana dialami kliennya, I Dewa Nyoman Oka yang tuna netra dan tuli. Dimana tanah yang dimilikinya telah disertifikatkan atas nama orang lain itu oleh tersangka Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Nyoman Ngurah Swastika yang diduga dibantu oleh tersangka lain, yaitu kepala desa I Dewa Putu Artha Putra bendesa adat I Wayan Artawan dan kepala dusun I Nyoman Sujendra.
“Klien kami dilihat begitu lemah dan tidak mampu melindungi dirinya sendiri, maka niat jahat para tersangka pun muncul dan memanfaatkan. Disabelitas seperti Dewa Oka ini butuh perlindungan hukum yang utuh dan menyeluruh,” harap Somya.
Somya juga mengapresiasi penyidik dan kejaksaan yang telah memroses tindak pidana pemalsuan ini. Harapannya, para tersangka lainnya yaitu mantan Perbekel Pejeng Kaja, I Dewa Putu Artha Putra bendesa adat I Wayan Artawan dan kepala dusun I Nyoman Sujendra juga diproses tuntas.
“Kami harap manuver hukum para tersangka dengan mengajukan gugatan perdata, tidak meloloskan tersangka dari jeratan hukum pidana. Tidak hanya perlindungan dalam hukum pidana saja, dalam hukum privat seperti hukum perdata disabilitas juga wajib mendapat perlindungan,” pungkasnya.(Ata)