BALI TRIBUNE - Di Gianyar, tidak semua ogoh-ogoh dibakar usai diarak keliling desa saat pengerupukan. Di Blahbatuh, misalnya, ogoh-ogoh Kala Ludra karya Sekaa Teruna Teruni (STT) Bhina Karya, Blahbatuh ditawarkan dengan harga Rp15 juta.
Apa yang dilakukan STT Bhina Karya itu boleh jadi sebagai sesuatu yang baru, karena pada umumnya ogoh-ogoh seusai diarak dilakukan prosesi prelina mengingat ogoh-ogoh disimbulkan sebagai bhutakala dan harus dimusnahkan. Sebagai gantinya, warga STT Bhina Karya hanya melakukan prelina secara simbolis.
Tindak tanggung-tanggung, penjualan ogoh-ogoh Kala Ludra yang menghabiskan dana puluhan juta rupiah ini tak hanya mengandakan pemajangan di balai banjar. Para pemuda setempat juga aktif memasarkan melalui media sosial.
“Pemasaran sudah dilakukan via media sosial (medsos). Harga yang ditawarkan mulai dari Rp 15 juta. Namun, harga tersebut masih bisa ditawar,” ungkap Ketua STT Bhina Karya, I Nyoman Kurniawan Saputra, Senin (19/3).
Diakuinya, jika harga jualnya memang relatif lebih murah dari total biaya yang dihabiskan dalam pembuatan. Namun, kata dia, harga murah tersebut bukan berarti karena kondisi ogoh-ogoh ini sudah rusak. Bahkan, Nyoman Kurniawan berani menjamin ogoh-ogoh yang diarak dalam balutan nuansa sendratari (drama kolosal) itu, sama sekali tidak mengalami kerusakan.
Pihaknya memilih keputusan menjual ogoh-ogoh tersebut, lantaran kondisinya masih utuh, sehingga sayang jika dibakar ataupun ditaruh begitu saja di bale banjar.
Terkait material bahan, kata dia, dibuat menggunakan bahan ramah lingkungan. Selain itu, kontur luar ogoh-ogoh juga dijamin tahan lama karena dilapisi bekas pembungkus semen. “Tidak memakai styrofoam, kami sadar itu bahan yang sangat berhabaya. Kalau laku, uang penjualannya akan dipakai untuk pembuatan ogoh-ogoh Nyepi berikutnya,” ternagnya.
Menjual ogoh-ogoh bukan hal baru bagi STT Bhina Karya. Nyepi Tahun Saka 1939, mereka sempat berencana menjual ogoh-ogoh yang saat itu berupa Bhatara Bharuna dan Gajah Mino. Bahkan, seorang pembeli dari luar Bali sudah membayar uang muka. Namun nahas, saat akan dikirim ogoh-ogoh tersebut tumbang di tengah jalan, sehingga tidak jadi dibeli. Saat ini mereka sudah mengantisipasi agar hal tersebut tak terjadi lagi.
Menariknya, saat arakan ogoh, di banjar setempat melibatkan puluhan ibu-ibu PKK dengan kolaborasi dramatari bertemakan Kala Sudra Somya. Usai mengikuti prosesi pawai ogoh-ogoh secara bersamaan dengan seluruh banjar di Desa Blahbatuh, mereka mempertunjukkan sendratari ogoh-ogoh yang melibatkan sekitarnya 150 penabuh dan penari serta semua komponen banjar untuk berpesta budaya.
Mengenai pemilihan tema Kala Ludra Somya, Kelian Banjar Tengah, Ketut Ambara memaparkan kisah Dewa Siwa yang turun ke bumi untuk menemui Dewi Durga dengan perubahan wujud menjadi Kala Ludra. Dari pertemuan itupual telah menimbulkan kekalutan dan kegaduhan. Hingga akhirnya, Dewa Bhrahma, Wisnu dan Eswara ikut turun ke bumi dan meminta Dewa Siwa kembali ke Wujudnya dengan mensomya perwujudan Kala Ludra.