balitribune.co.id | Singaraja - Umat Katolik pada perayaan Ekaristi Minggu biasa yang ke XXXI, sekaligus menyelenggarakan Misa Inkulturasi Suku Flores di Gereja Paroki St. Paulus Singaraja.
Misa Inkulturasi tersebut terselenggara selain sebagai bentuk keprihatinan atas meletusnya Gunung Lewotobi di Flores Timur, Larantuka dan juga untuk mempererat persaudaraan Suku Flores agar tidak mudah terporovkasi atau melakukan tindakan yang mengarah keada pelanggaran hukum (membuat kegaduhan).
Di tengah situasi itu tokoh atau sesepuh masyarakat Flores di Buleleng Anthonius Sanjaya Kiabeni mengatakan ia tergerak bersama untuk melakukan lebih dari sekadar berdoa. Dipanggil untuk menunjukkan kasih melalui tindakan nyata,menggalang solidaritas bagi saudara- saudari yang terdampak oleh bencana.
“Maka, dengan penuh kerendahan hati kami mengajak setiap orang yang tergerak untuk turut membantu dan mengulurkan tangan bagi korban erupsi Gunung Lewotobi. Bersama, kita dapat meringankan beban derita dan memberikan secercah harapan di tengah cobaan ini. Biarlah pesta iman yang baru kita rayakan menjadi awal dari seruan tulus, mengalirkan kasih dan bantuan bagi mereka yang saat ini sangat membutuhkan,” kata Anthon, Selasa (5/11).
Ia juga mengatakan misa inkulturasi merupakan sarana pengembangan pemahaman budaya untuk diperkenalkan kepada seluruh generasi dalam rangka penguatan iman bahwa menjadi Kristen tidak harus menjadi orang Yahudi. “Misa inkulturasi ini menunjukkan bahwa agama tidak menghilangkan budaya lokal kita. Misa Inkulturasi Suku Flores merupakan pengenalan Budaya Flores kepada umat Katolik Singaraja yang asalnya dari berbagai suku maupun etnis (Jawa, Cina, Toraja, Sunda, Manado dll). Jadi saling mengenalkan untuk tumbuhnya cinta akan Negara Kesatuan RI ini,” ujar Anthon.
Selain itu sebagai bentuk keprihatinan atas terjadinya erupsi Gunung Lewotobi di Flores Timur tidak saja berdampak pada kondisi masyarakat dilokasi terjadinya bencana, Anthon mengatakan akan memiliki dampak yang sama terhadap mahasiswa asal Flroses yang sedang belajar di Universitas Pendidikan Ganseha (Undiksha) Singaraja. “Atas kondisi itu kami mohon kepada pihak Undiksha untuk melakukan langkah-langkah penyelematan biaya perkuliahan saat terjadi keterlamabatan jika boleh diminta mohon kiranya bisa dibebaskan SPP semester berikutnya,” ujarnya.
Menurut Anthon, terselenggaranya misa inkulturasi diharapkan dapat membangun solidaritas dan persaudaraan sesama Suku Flores diperantauan agar tidak mudah untuk diprovokasi atau melakukan tindakan yang tidak baik mengarah kepada pelanggaran hukum. “Seperti yang kita lihat atau dengar dimedia sosial berbagai keributan yamg melibatkan Suku Flores (NTT). Kami selaku sesepuh memberikan contoh untuk kebersamaan bahwa tujuan mereka ke Bali sebagai mahasiswa maka mereka semua harus sukses, dari sinilah kami memulai komitmen untuk bersatu padu mewujudkan cita-cita adik-adik mahasiswa,” ucap Anthon.
Selaku Ketua Panitia Misa Kudus Inkulturasi Adat ,Budaya Suku Flores Gereja Katholik Singaraja Keuskupan Denpasar Bali NTB Anthonius Sanjaya Kiabeni memberikan apresiasi kepada Dr Ir Wayan Koster, Nyoman Sutjidra, Gede Supriatna yang telah memberikan dukungan atasa terselenggaranya misa inkulturasi tersebut.