Menurut dia, keadaan ini membuat serba dilema. Masyarakat terlanjur sangat terbiasa mengkonsumsi pangan berbahan beras sehingga sulit beralih ke pangan nonberas. Jika harus beralih ke non beras, misalkan jagung, ketela, ubi, dan yang lain, harganya juga tidak murah. Bahkan, bahan makanan non beras ini tidak selalu mudah didapatkan oleh masyarakat luas.
Tidak kalah dilematis juga bagi para ribuan pedagang makanan di Gianyar. Terutama pedagang nasi jinggo, jaja bali, tipat cantok, kerupuk, dan sejenisnya. Lonjakan harga beras ini membuat mereka harus pikir pikir saat membuat barang dagangan. Untuk bisa untung, karena lonjakan harga beras ini, maka makanan yang dijual pasti berlipat lebih mahal dari sebelumnya. Tapi, menaikkan harga jual makanan akan mustahil karena takut kehilangan pelanggan. Bagi para pedagang Mengurangi porsi makanan baik bungkus dan piringan, juga bukan sebuab cara terbaik bagi pedagang.
IB Gaga memaparkan, masyarakat konsumen juga sedang berhadapan dengan harga kebutuhan lain yang tidak riungan, namun harus dipenuhi. Misal, bayar air, listrik, BBM, susu untuk bayi, upacara, dan yang lain. Untuk berobat, syukurnya ada BPJS baik dengan premi pemerintah maupun mandiri masyarakat. "Dampak lonjakan harga beras yang sedang terjadi ini akan kian parah jika tidak segera diatensi. ‘Atas nama pribadi dan lembaga dewan, mohon kepada Bapak Mahayastra ikut memberikan solusi atas persoalan yang dihadapi masyarakat,’’ jelas tokoh Geriya Kawan, Gianyar.
Sejumlah solusi yang sangat mungkin diambil oleh pemerintah daerah untuk menyikapi persoalan karena dampak lonjakan harga beras. Salah satunya operasi pasar. Namun kegiatan ini tidak cukup hanya di kalangan pegawai, namun langsung ke masyarakat kecil. ‘’Operasi pasar ini memang bersifat sementara. Tapi kan masyarakat bisa merasakan bahwa pemerintah benar-benar hadir dan peduli atas masalah yang sedang menimpa rakyat,’’ ujarnya.
Berangkat dari pengalaman akibat lonjakan harga beras ini, pemerintah juga agar lebih menggenjot kebijakan tentang konsumsi non beras pada masyarakat. Tidak kalah penting, papar IB Gaga, jajaran terkait di eksekutif mesti punya data yang kuat dan kekinian terkait kondisi pertanian sawah di Kebupaten Gianyar. Data ini ini amat penting untuk melandasi kebijakan yang akan diambil untuk sektor pertanian, terutama menyangkut tingkat produksi gabah kering panen (GKP) pada petani. ‘’Harus juga dipastikan secara jelas dan terukur, benarkah lonjakan harga beras ini bisa berdampak positif pada petani, atau malah hanya menguntungkan tengkulak,’’ tandasnya.