balitribune.co.id | Badung - Kebijakan Gubernur Bali tentang pengelolaan sampah berbasis sumber saat ini sudah direspon sejumlah desa di Bali. Hal ini guna menyelesaikan persoalan sampah di sumber (desa) masing-masing yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019. Pemerintah mendorong seluruh desa di Bali nol sampah dengan cara pengelolaan sampah berbasis masyarakat melalui pendekatan 3R (reduce, reuse, recycle) atau TPS3R.
"Nol sampah itu bukan berarti tidak memproduksi sampah, tetapi tidak mengirim sampah ke tempat lain, sampahnya selesai di desa itu. Sampah yang dihasilkan di desa, diolah di desanya selesai di sana," ucap Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra di Kuta, Badung, Senin (18/4).
Kata dia, hal ini adalah hasil kebijakan Gubernur Bali untuk menyelesaikan persoalan sampah, selesai di desa masing-masing dengan semboyan Desaku Bersih Tanpa Mengotori Desa Lain. Mengingat Bali akan menjadi tempat berlangsungnya Presidensi G20 pada November 2022 mendatang, sehingga persoalan sampah harus segera diatasi dengan melibatkan peran masyarakat.
Mengatasi sampah yang menjadi persoalan klasik di Bali ini bukan hanya untuk kepentingan G20. Bebas dari permasalahan sampah juga sebagai upaya mewujudkan pulau ini menjadi bersih dan untuk menjaga citra pariwisata Bali.
"Desa di Bali sudah melakukan hal itu dan ada yang diberikan penghargaan. Target semua desa/kelurahan menerapkan hal serupa. Ini yang sekarang didorong oleh Gubernur Bali, tahun ini ada 221 desa yang akan menyelesaikannya (untuk memiliki TPS3R) dari 626 desa," sebutnya.
Ia membeberkan, ada beberapa kendala yang dihadapi desa untuk mewujudkan TPS3R tersebut. Salah satunya adalah soal lahan dan biaya pembangunan tempat pengolahan sampah yang menggunakan sistem 3R. "Persoalan lahan diberikan arahan oleh Gubernur Bali dengan menggunakan lahan Pemerintah Provinsi Bali yang ada di desa atau kelurahan atau desa adat silakan dipakai. Persoalannnya adalah tidak semua desa ada lahan provinsi. Ini yang sedang dilakukan pendataan. Tetapi, begitu ada lahan Pemprov Bali di desa atau kelurahan itu silakan dipakai untuk kebutuhan administrasinya tinggal mengajukan permohonan ke gubernur pasti disetujui," papar Sekda Dewa Indra.
Lebih lanjut dia mengatakan permasalahan lainnya adalah, desa yang sudah mendapatkan lahan maka akan dihadapkan pada anggaran untuk membangun dan menyiapkan peralatan TPS3R. "Itu juga dibantu oleh gubernur melalui fasilitasi yang dilakukan gubernur untuk minta bantuan ke pemerintah pusat untuk mengoordinasikan APBD," katanya.
Dalam hal ini Gubernur Bali dikatakan Sekda Dewa Indra juga telah meminta bantuan ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia untuk memberikan pedoman penggunaan dana desa supaya ada alokasi untuk pengelolaan sampah. "Itu sudah disetujui oleh Menteri Desa, sekarang di dalam alokasi dana desa sudah ada. Persentasenya tidak ditentukan karena situasi persampahan di masing-masing desa tidak sama. Kalau disamakan nanti akan menjadi problem, karena ada desa-desa yang besar sampahnya lebih banyak, tetapi ada desa yang lebih kecil, sampahnya sedikit. Untuk itu alokasikan secukupnya," tegas Dewa Indra.
Ia menambahkan, untuk mewujudkan TPS3R ini sedang diupayakan oleh para bupati. "Sudah didata di desa mana sudah ada lahan provinsi, kan tidak harus lahan provinsi, bisa lahan desa adat atau lahan desa. Sebagian besar sudah mendapatkan lahan Pemprov Bali yang ada di desa. Yang belum ada, bupatinya masih terus mengoordinasikan dan dilaporkan ke gubernur, desa-desa mana yang belum ada lahan," katanya.