balitribune.co.id | Denpasar - Setelah menjalani pemeriksaan secara intensif, penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali akhirnya menetapkan satu di antara lima pegawai Imigrasi Bandara Ngurah Rai yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) menjadi tersangka.
Pria berinisial HS itu adalah salah satu kepala seksi (kasi) Imigrasi di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Tuban, Kabupaten Badung. Ia diduga melakukan pungutan liar (pungli) dengan "jualan" Fast Track di bandara tersebut.
Kasi Penkum Kejati Bali Putu Eka Sabana Putra menjelaskan, dari pemeriksaan yang dilakukan ternyata rata-rata pengguna layanan Fast Track itu range-nya berkisar Rp200 ribu-Rp250 ribu. Kasus ini terus dikembangkan karena satu orang telah menyandang status tersangka. Sedangkan empat orang yang ikut terjaring OTT menjadi saksi. Kebetulan yang ditangkap adalah grup. Sementara dalam pengawasan Fast Track yang diperuntukkan bagi penumpang disabilitas, ibu hamil, atau pun tamu VVIP.
"Dari sepuluh gate, gate satu dan gate diperuntukkan untuk (Fast Track). Jadi modusnya, warga negara asing yang tidak mau antre menggunakan fasilitas itu. Seharusnya manual mereka harus antre, bisa lebih dari satu jam atau dua jam. Itu bisa lebih cepat (menggunakan Fast Track)," ungkapnya di Kantor Kejati Bali, Kamis (16/11).
Dijelaskan Putu Eka, bukan program Fast Track yang tidak bagus. Namun ulah oknum tersebut yang memanfaatkan peluang untuk mendapat uang haram. Dari pengakuan tersangka HS, aksinya itu sudah berlangsung selama dua bulan. Dimana, HS berperan sebagai pengumpul uang "jualan" Fast Track dari anggota di bawahnya.
Apakah anak buahnya bisa akan menjadi tersangka, Putu Eka mengaku masih akan didalami dan kembangkan lebih lanjut.
"Kita akan lihat perannya mereka nanti dalam pengembangan. Apakah bawahannya melakukan itu diberitahu atau dikondisikan bahwa itu seharusnya. Penyidik melihat sejauhmana pertanggung jawaban pidananya. Saya tidak berbicara soal kemungkinan-kemungkinan," katanya.