Kesulitan Ekonomi Bisa Picu Terjadinya KDRT, DP2KBP3A Badung Siapkan Rumah Konseling Gratis | Bali Tribune
Bali Tribune, Selasa 04 Februari 2025
Diposting : 6 May 2020 02:50
I Made Darna - Bali Tribune
Bali Tribune/ Putu Eka Merthawan
Balitribune.co.id | Mangupura - Kesulitan ekonomi akibat dampak dari  pandemi virus Corona (Covid-19) dikhawatirkan akan memicu tingginya angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kabupaten Badung.
 
Pasalnya, tanpa krisis akibat Covid-19 saja, KDRT di Gumi Keris lumayan banyak.
 
Berdasar data yang diperoleh, jumlah kasus KDRT di Badung di tahun 2019 ada 17 kasus, pelecehan seksual ada 7 kasus anak-anak dan dewasa. Sementara untuk di awal tahun 2020 sudah ada KDRT sebanyak 3 kasus dan pelecehan seksual ada 3 kasus.
 
Kadis Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Badung, I Putu Eka Merthawan pun membenarkan masalah ekonomi menjadi pemicu paling banyak KDRT di Badung.
 
“Iya, situasi seperti saat ini sangat berisiko terjadi KDRT. Pemicunya biasanya faktor ekonomi,” ujarnya, Selasa (5/5/2020).
 
Saat wabah Corona melanda dunia termasuk Badung dan Bali, kesulitan ekonomi hampir terjadi dimana-mana. Pihaknya pun khawatir tingkat KDRT akan meningkat bila kondisi ini terus berkepanjangan.
 
“Situasi saat ini memang sangat berisiko, karena ekonomi memang sulit,” katanya.
 
Nah, untuk mengantisipasi tingginya angka KDRT di Gumi Keris, pihaknya pun mengaku sudah menyiapkan rumah pendamping.
“Kami berharap tidak ada terjadi, kalau pun ada kami sikapi dengan membuat rumah pendampingan yang berada di kantor kami di Puspem Badung,” jelas  mantan Kadis DLHK Badung ini.
 
Di rumah pendampingan masyarakat bisa melakukan konseling dengan psikiater yang kerahasiaannya dijaga dan juga tidak dipungut biaya. Namun pendampingan ini dilayani pada jam kerja. “Jadi pendampingan dilakukan oleh psikiater secara gratis,” tegasnya.
 
Selain itu pihaknya juga telah mengeluarkan imbauan melalui media sosial. Sebab, diam di rumah yang berkepanjangan juga menjadi pemicu terjadinya stres. Apalagi anak-anak sekolah sekarang lebih banyak belajar dari rumah, sehingga pelajar juga berpotensi mengalami stres.
 
“Kita harus siaga. Seperti kekerasan rumah tangga, anak-anak  yang  tidak bisa ke mana-mana juga berpotensi stress,” pungkas Eka Merthawan.