Kisruh Dana Kompensasi Montara, Pengacara Asing dan Bank BUMN Diduga “Bersekongkol”  | Bali Tribune
Diposting : 12 May 2024 10:09
HAN - Bali Tribune
Bali Tribune / MENCEMARI - Kilang minyak meledak dan mencemari Laut Timor wilayah Indonesia seluas 90.000 km persegi.

balitribune.co.id | Kupang – Pengacara Maurice Blackburn Australia diduga melakukan kejahatan penggelapan dana kompensasi bagi 15.456 orang petani rumput laut di Kabupaten Kupang dan Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ribuan petani tersebut adalah korban pencemaran Laut Timor akibat ledakan ladang minyak dan gas bumi (migas) di Blok Montara pada 21 Agustus 2009 lalu.

Dalam gugatan perkara di Pengadilan Federal Australia dimenangkan oleh para petani NTT. Dengan begitu, Montara diwajibkan oleh pengadilan untuk memberi ganti rugi senilai AU$192,500,000 atau Rp 1 triliun lebih.

Namun, yang terjadi kemudian, dalam pelaksanaan dan realisasi pembayaran dana kompensasi tersebut kepada masyarakat di wilayah hukum Indonesia, Maurice Blackburn tidak berkoordinasi dan melaporkan masalah itu kepada Perwakilan Resmi dan Otoritas Khusus Pemerintah RI dalam Penyelesaian Kasus Tumpahan Minyak Montara.

Ferdi Tanoni selaku Otoritas Khusus Pemerintah RI di Kupang dalam keterangan pers yang diterima balitribune.co.id, Sabtu (11/5), mengatakan, selain dirinya, Pemerintah Daerah Provinsi NTT dalam hal ini Gubernur NTT juga tidak diberitahukan. Demikian pula para Camat, Bupati Kupang dan Bupati Rote Ndao. “Para pejabat di daerah diabaikan oleh pengacara bule ini,” kata Ferdi Tanoni 

Tindakan pengacara asing tersebut menyalahi aturan dan ketentuan yang berlaku karena dalam penyaluran dana kompensasi  Montara atau kegiatan apapun semestinya dia  berkoordinasi dengan Pemerintah,” kata Ferdi Tanoni.  Namun  karena tidak ada koordinasi, tandas Ferdi, ada celah atau peluang bagi pengacara bule itu untuk mempermainkan harga rumput laut para petani.

Ferdi kemudian memberi bukti permainan harga rumput laut petani. “Pengacara Australia itu menetapkan harga rumput laut berbeda-beda antara satu petani dengan petani lainnya meski satu daerah,” tegas Ferdi.

“Harga paling rendah Rp4.138 per kg dan tertinggi Rp32.000 per kg,” kata Ferdi Tanoni.

Menurut Ferdi, tidak adanya dasar hukum dalam menetapkan harga rumput laut inilah yang memicu terjadinya dugaan tindak pidana penggelapan dalam penyaluran dana kompensasi ini. Harga rumput laut sangat bervariasi alias berbeda-beda di setiap desa.
Seperti petani rumput laut berinsial JA dari Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao, disebutkan hanya memproduksi 3.500 kilogram sehingga dia hanya berhak memperoleh kompensasi sebesar Rp14.483.82. Jika total dana tersebut dibagikan dengan 3.500 kilogram rumput laut, maka satu kilogram rumput laut hanya dihargai Rp4.138.

Lain lagi di Desa Inaoe, Kecamatan Rote Selatan. Harga rumput laut milik petani berisial GD sebesar Rp21.000 per kilogram, atau lebih tinggi dari yang diterima petani JA.

Ferdi Tanoni mengatakan, jika penetapan harga rumput laut dilakukan berdasarkan harga tahun 2008 tidak tepat karena musibah pencemaran Laut Timor yang bersumber dari ledakan ladang minyak Montara terjadi pada 21 Agustus 2009.

Menurut Ferdi, praktek seperti itu diduga terjadi di seluruh desa dengan jumlah petani penerima dana kompensasi 15.456 orang. Tercatat 81 desa yang warganya menerima dana kompensasi Montara.  Adapun dana kompensasi yang harus diterima belasan ribu petani tersebut sebesar AU$192,500,000. Akan tetapi dugaan penggelapan dana kompensasi seperti ini bisa jadi, dana yang diterima petani tidak utuh.

Dugaan penggelapan dana kompensasi Montara mulai terkuak setelah Ferdi Tanoni melapor ke Polda NTT, New South Wales Office of Legal Services dan Pengadilan Federal Australia pada April 2024.

Saat ini telah beredar sertifikat kompensasi yang pada bagian atas sertifikat tertera logo Maurice Blakcburn Lawyers, Bank BRI dan Phelps (Legal), memuat produksi rumput laut petani yang namanya tertera di sertifikat tersebut.

Selaku Perwakilan Resmi dan Otoritas Khusus Pemerintah RI dalam Penyelesaian Kasus Tumpahan Minyak Montara sejak 21 Agustus 2009, Ferdi Tanoni menegaskan bahwa Bank BRI harus bertanggungjawab penuh atas penyaluran dana kompensasi Kasus Montara ini.

“Bank BRI mestinya berkoordinasi dengan Pemerintah RI dalam menyalurkan dana kompensasi ini. Bukan secara sepihak bersama-sama dengan Maurice Blackburn “Bersekongkol” kemudian menyalurkan dana ini tanpa berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia,” tandas Ferdi Tanoni.

Menurut Ferdi Tanoni, Bank BRI hanya berurusan dengan 81 kepala desa yang warganya menerima dana kompensasi ini namun tidak melibatkan camat, bupati, gubernur dan menteri.

“Sebagai masyarakat awam, muncul pertanyaan. Apakah setiap dana dari luar negeri yang masuk ke Indonesia tidak dilaporkan ke Pemerintah RI saat disalurkan? Begitu pula dana Kompensasi Kasus Montara ini yang mencapai Rp 1 triliun lebih ini, apakah tidak perlu dilaporkan ke Pemeritah RI,” tanya Ferdi Tanoni.

Kepada siapa (pemerintah mana), pihak Bank BRI melaporkan penyaluran dana Kompenasasi Kasus Montara ini? Padahal Ferdi Tanoni telah bersurat resmi kepada Bank BRI dan seluruh bank-bank di Indonesia selaku Perwakilan Resmi dan Otoritas Khusus Pemerintah RI dalam Penyelesaian Kasus Tumpahan Minyak Montara ini.

Ia berharap Polda NTT segera melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penyaluran dana Kompensasi Kasus Montara. Hingga bisa mengungkap kasus ini menjadi terang bendarang, apakah kasus ini merupakan kejahatan nasional ataukah internasional.

Mantan agen imigrasi Australia ini meminta pihak Bank BRI Harus Menjelaskan secara terbuka soal dana kompensasi yang hanya dibayar sebesar 75 persen sementara 25 persen dana kompensasi baru dibayar kemudian.

“Bank BRI harus bisa menjelaskan ini kepada saya selaku Perwakilan Resmi dan Otoritas Khusus Pemerintah RI dalam Penyelesaian Kasus Tumpahan Minyak Montara). Termasuk soal berapa besar bunga bank dari dana kompensasi ini,” pungkas Ferdi Tanoni.

“Saya tidak mau menyusahkan siapa-siapa dalam kasus ini. Bukan Maurice Blacburn, bukan petani rumput laut, bukan Bank BRI dan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini. Saya hanya ingin kasus ini dibuka secara transparan dan akuntabel yang pada akhirnya saya-lah orang yang paling bertanggungjawab dalam Kasus Montara,” pungkas Ferdi.