Denpasar, Bali Tribune
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali pertama kali dicetuskan 32 tahun lalu. Sejak saat itu, perkembangan LPD di Bali menunjukan peningkatan yang signifikan. Dari banyaknya jumlah LPD saat ini, masing-masing menunjukkan kondisi kinerja yang beragam. Ada yang maju, ada yang stagnan, bahkan tak jarang ada pula yang macet.
Untuk itu, diperlukan upaya-upaya pembenahan demi peningkatan eksistensi LPD ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, ke depan LPD akan semakin memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masing-masing Desa Pakraman. Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, mengungkapkan hal tersebut dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi Bali, di Gedung Dewan, Selasa (18/10).
Rapat paripurna ini mengagendakan penyampaian usulan oleh Komisi IV DPRD Provinsi Bali terkait Ranperda Tentang Perubahan Ketiga Atas Perda Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa. “Kami menyambut pembenahan LPD mengikuti perkembangan-perkembangan yang ada saat ini, agar eksistensi LPD semakin baik, sehingga bisa memberikan sumbangsih yang lebih besar untuk Desa Pakraman,” tutur Pastika.
Hal senada juga dilontarkan Ketua DPRD Provinsi Bali, Nyoman Adi Wiryatama. Ia mengatakan, LPD merupakan lembaga keuangan komunitas adat dengan karakteristik yang khas, yang menjalankan fungsi ekonomi dan mengelola keuangan desa pekraman. Ia berpandangan, LPD sangat berpotensi dan telah terbukti dalam memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Pakraman.
“Untuk itu, dipandang perlu adanya pembenahan kebijakan yang sudah tidak relevan,” tutur Wiryatama. Dalam rapat paripurna ini, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali, Nyoman Parta, menyampaikan usulan tentang Ranperda Tentang Perubahan Ketiga Atas Perda Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa.
Usulan ini didasari keberadaan LPD yang kondisinya beragam, yang diindikasikan bahwa belum semua LPD mampu memobilisasi potensi yang ada di Desa Pakraman bersangkutan. “Dari 1.433 LPD yang pernah berdiri, juga belum ada data akurat mengenai jumlah pasti LPD yang sehat maupun tidak beroperasi,” kata Parta.
Bahkan dengan terbitnya UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), lanjut Parta, telah terjadi polemik yang melibatkan Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) sehingga timbul kebingungan dari pengelola LPD, Bendesa Pakraman, reaksi BKS LPD dan LP LPD, serta adanya puluhan LPD yang tidak menyetor dana pemberdayaan. Untuk itu, diperlukan perubahan Perda tentang Perubahan Ketiga Perda Provinsi Bali Nomor 8 tahun 2002 Tentang LPD.
“Perubahan antara lain menyangkut pentingnya dilakukan audit setiap tahun, baik oleh pengawas internal maupun audit independen. Selain itu, pentingnya transparansi pengelolaan dan pemanfaatan dana pemberdayaan 5 persen, termasuk pertanggung jawabannya dengan melibatkan auditor independen; pentingnya ketentuan mengenai larangan bagi kepala LPD untuk tidak boleh merangkap jabatan menjadi kepala lembaga keuangan lainnya,” beber Parta.