BALI TRIBUNE - Tidak ingin dirudung rasa was-was lantaran erupsi Gunung Agung yang terus aktif, pengungsi asal Karangasem, memilih Gianyar menjadi tempat perkawinan adat (pawiwahan), Rabu (20/12). Bertempat di Taman Prakerti Bhuana, Beng, Gianyar, kebahagiaan pasangan pengantin terpancar dalam prosesi yang berjalan praktis dan ekonomis.
Pantauan Bali Tribune, meski jauh dari kampung halaman dan dalam suasana hujan, tak menjadi halangan bagi pasangan pengantin asal Dusun Lusuh Kangin, Pering Sari, Selat, Karangasem ini yang sedang melaksanakan prosesi perwakinan ada. Dengan memilih pindah lokasi ke Gianyar, prosesi pun berjalan khidmat tanpa rasa was-was lagi.
Selama status awas Gunung Agung, memepelai laki-laki, I Putu Agus Wirawan (28), mengaku bersama keluarga mengungsi secara mandiri di Denpasar. Rencana untuk mempersinting dambaan hatinya, Ni Made Ayu Sripatni juga sempat tertunda. Syukurnya, Putu akhirnya menemukan jalan keluar, yakni bertempat di Taman Prakerti Bhuana di Kelurahan Beng, Gianyar. Terlebih taman ini memang dikonsep untuk membantu umat yang memiliki kendala dalam melaksanakan upacara adat.
Selain sarana upakaranya lengkap dan bisa diminta sesuai ‘desa kala patra’ di desanya, biaya yang dikeluarkannya pun relatif murah, yakni Rp 15 juta. Dengan biaya itu, Agus mengku sudah mendapatkan hidangan dan tempat sekelas hotel berbintang untuk 100 orang tamu undangan. Mempelai perempuan, Ni Made Ayu Sripatni juga tidak keberatan menikah di taman setempat. Sebab selain berada di kawasan aman bencana, pernikahan juga tidak mengubah pemaknaan ritual. “Jika dipaksakan upacara di kampung, pasti baya lebih besar. Belum lagi, desa saya berstatus KRB II yang sangat beresiko sekali,” terangnya.
Pengelola Taman Prakerti Bhuana, Ida Bagus Adi Supartha, menyebutkan tempat yang dibangunnya itu memang bertujuan untuk membantu umat agar dapat melaksanakan upacara secara praktis dan ekonomis tanpa mengurangi pemaknaan. Masalah tempat, sebutnya sejatinya menjadi kendala. Sebab yang terpenting adalah tri upasaksi. “Kehadiran perwakilan warga desa, pengurus adat, aparatur desa serta pemangku adat dari desa mempelai, sudah menegaskan ikatan perkawinan ini sah secara adat dan hukum,” tegasnya.
Tambahnya, serangkaian prosesi, sugguhan makan prasmanan bernuansa romantis sengaja dikemas untuk melengkapi kebahagian mempelaia bersama keluarga dna undangan.
Tanpa persiapan berhari-hari, setelah menjalankan prosesi selama dua jam lebih, I Putu Agus Wirawan dan Ni Made Ayu Sripatni kini resmi sebagai pasangan suami istri. dengan biaya yang ringan, sisa tabungannya pun dapat dimanfaatkan untuk menjalankan keluarga yang baru dibangunnya.