Denpasar, Bali Tribune
Pasangan suami istri (pasutri) Heru Hendriyanto alias E'en alias Komang (30) dan Putu Anita Sukra Dewi (25), terpidana mati kasus pembunuhan satu keluarga di Kampial, Kabupaten Badung, resmi mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).
Pasutri tersebut, didampingi kuasa hukumnya Edy Hartaka, Jumat (29/7) resmi mengajukan PK melalui Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, sembari berharap bisa terlepas dari vonis hukuman mati dan diperingan hukumannya, setidaknya menjadi pidana seumur hidup. “Saya berharap yang terbaik dari pengajuan PK ini. Saya ingin belajar jadi orang baik,” jelas Heru saat ditemui di ruang tahanan sementara PN Denpasar.
Pantauan Bali Tribune, pengajuan permohonan PK dilakukan di ruang panitera pidana. Kesempatan tersebut, permohonan PK ini langsung diterima oleh Panitera Muda Pidana PN Denpasar, I Made Sukarta.
Usai menandatangi berkas pengajuan PK, Heru dan Anita langsung dibawa kembali menuju Lapas Karangasem dengan pengawalan polisi dari Polres Karangasen, petugas lapas dan petugas dari Kejari Karangasem.
Pasutri ini sudah empat tahun menjadi penghuni Lapas Karangasem. Keduanya dijemput dari Lapas Karangasem dan tiba di PN Denpasar sekitar pukul 10.30 Wita, mengendarai satu mobil tahanan Kejari Karangasem, dua terpidana mati ini dikawal dua orang polisi dari Polres Karangasem, satu petugas lapas Karangasem dan satu petugas Kejari Karangasem. “Tadi kami langsung jemput dari Lapas Karangasem,” ujar petugas Kejari Karangasem, yang tidak mau menyebut jati dirinya.
Kuasa hukum pasutri terpidana mati yakni Edy Hartaka, berharap dengan diajukan PK ini ada perubahan dalam putusan selanjutnya. Dirinya pun telah berjuang semaksimal mungkin membantu kliennya agar mendapatkan hukuman ringan melalui pengajuan PK di PN Denpasar.
“Harapan saya dengan diajukannya PK kedua, terpidana mati ini ada perubahan dalam putusan. Dari terpidana mati, kami berharap besar menjadi hukuman seumur hidup. Saya berjuang semaksimal mungkin untuk mendapatkan keringanan,” jelasnya usai pengajuan PK.
Dikatakannya, meskipun kedua terpidana melakukan perbuatan menghilangkan nyawa satu keluarga, paling tidak bisa diberikan keringan. Tidak seperti kejahatan terorisme. “Apa yang dilakukan para terdakwa ini memang salah, mereka membunuh. Tapi kan tidak seperti kejahatan teroris,” ujar pengacara asal Solo, Jawa Tengah (Jateng) ini.
Terkait telah diajukannya PK ini, pihaknya kini menunggu keputusan dari MA untuk jadwal sidang dan penunjukan majelis hakimnya. “Kami menunggu putusan dari MA, 14 hari setelah pendaftaran baru akan dilaksakan sidang. Sidangnya kapan kami belum tahu. Sidang akan digelar di sini (PN Denpasar,-red) dan nanti MA akan menunjuk siapa hakimnya,” terang Edy Hartaka.
Ditanya apakah ada pesan dari kedua terpidana, Edy menyatakan, Heru dan Anita meminta dirinya untuk bisa memperjuangan agar mendapat hukuman ringan (seumur hidup,-red). “Mereka berpesan, agar diperjuangkan untuk mendapatkan keringanan hukuman. Mereka sudah bertobat dan mereka berharap besar bisa menjadi hukuman seumur hidup. Yang terpenting, mereka bisa membimbing anaknya yang kini dititip di panti asuhan,” ujarnya.
Perlu diketahui, dalam persidangan tngkat kasasi, MA memvonis mati pasutri Heru Hendriyanto dan Putu Anita Sukra Dewi, karena terbukti sebagai otak pembunuhan terhadap satu keluarga di Perumahan Kampial Residen, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung pada 16 Februari 2014.
Putusan MA ini diketok oleh Mayjen (Purn) Imron Anwari sebagai ketua majelis dengan anggota Prof Dr Gayus Lumbuun dan Dr Salman Luthan sebagai anggota majelis. Vonis bernomor perkara 675 K/PID/2013 itu diketok pada 11 Juli 2013 itu, menguatkan putusan PN Denpasar pada 6 November 2012 dan putusan PT Denpasar pada 7 Januari 2013 yang juga menghukum mati Heru dan Anita.
Selain itu, dua rekannya yaitu Abdul Kodir dan Syafaat juga divonis mati karena terbukti ikut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap satu keluarga yaitu Made Purnabawa (28) dan istrinya Ni Luh Ayu Sri Mahayoni (27) serta Ni Wayan Risna Ayu Dewi (9) anak perempuannya.