BALI TRIBUNE - Pasca bergulirnya Ranperda tetang Perubahan Jalur Hijau di Bumi Makepung Jembrana yang diajukan eksekutif ditindaklanjuti oleh pihak legilatif. Setelah melalui sejumlah tahapan, Senin (22/5), pihak legislatif Kabupaten Jembrana turun ke lapangan untuk melakukan sidak.
Sejumlah anggota dewan yang tergabung dalam Pansus II DPRD Kabupaten Jembrana sidak ke sejumlah titik jalur hijau masing-masing di Kecamatan Pekutatan yakni di Desa Pangyangan dan di Kecamatan Mendoyo yakni Desa Yeh Sumbul, Desa Yehembang Kangin dan Yehembang. Sidak kali ini dipimpin Ketua Pansus IB Susrama, didampingi Kasatpol PP Kabupaten Jembrana I Gusti Ngurah Rai Budhi dan Kabid Tata Ruang Pembangunan Energi dan Pekerjaan Umum pada Dinas PUPRPKP Kabupaten Jembrana, Putu Sumaharta.
Selain lahan sawah yang diperuntukkan jalur hijau beserta ketentuan berikut perubahan luasan jalur hijau, dewan juga mempertanyakan jalur hijau yang berada dekat jalur nasional serta wilayah yang berpotensi menjadi objek wisata. Dalam pengecekan tersebut Pansus juga menemukan jalur hijau di desa Yehembang tepatnya di jalur menuju Pura Rambutisiwi dijadikan tempat tinggal dan usaha mebel dengan dua bangunan semi permanen diatasanya lengkap dengan aliran listrik. Lahan seluas 2 hektare diketahui milik Ketut Dana asal Jimbaran dan ditempati Wayan Dangra asal Banjar yeh Buah Penyaringan.
Ketua Pansus II DPRD Kabupaten Jembrana, IB Susrama mengatakan sidak yang dilakukan kali ini adalah untuk mempertegas batas-batas jalur hijau dan membuka investasi didestinasi pariwisata yang disesuaikan juga dengan perda no 11 tahun 2012 tentang RTRW. Sepanjang ketentuan itu tidak dilanggar maka tidak akan menjadi masalah. Susrama didampingi Wakil Ketua Pansus, Putu Kamawijaya mengungkapkan sebelum perda 11 tahun 2006 tetang Penetapan Kawasan Jalur Hijau ditetapkan, di Jembrana ada 249 pelanggaran jalur hijau. Sedangkan setelah perda tersebut ditetapkan kembali ditemukan sebanyak 17 pelanggaran murni. Pelanggaran itu disebabkan karena penetapan jalur hijau kabur atau tidak jelas. Pihaknya berharap kedepan aturannya harus lebih tegas.
Ketua Komisi C itu juga menegaskan perlunya ketegasan dalam menjaga jalur hijau dan diwilayah mana saja bisa untuk membangun investasi pariwisata. Biasanya jika jalur hijau diperjualbelikan harganya murah namun setelah dibuka harganya akan menjadi mahal. Pihaknya berharap agar sinkron dengan eksekutif untuk memberi kesempatan masuknya investasi. Namun apabaila di satu sisi jalur hijau dibuka maka ditegaskannya harus ada penggantinya sehigga harus ada perlindungan pertanian berkelanjutan. Kedepannya perda juga diharapkan tidak hanya menjadi macan kertas. Daerah harus lebih tegas misalnya pelanggaran murni agar di status quokan. Pihaknya mengajak semua pihak harus konsisten menjaga jalur hijau. Pansus menurutnya harus mengawal masalah tersebut mulai dari revisi.
I Putu Kamawijaya berharap ke depan plang jalur hijau agar dibuat lebih permanen. Jika ada angggaran yang diperlukan untuk membuat papan jalur hijau agar dipasang di APBD serta Pengawasan Perda juga harus lebih ketat.Dengan direvisinya Perda 11 tahun 2006 menjadi Perda 11 tahun 2017 menurutnya perlu dipertegas lagi ketentuan antara batas-batas wilayah jalur hijau sehingga tidak sampai terjadi benturan apalagi dalam Ranperda luasan jalur hijau bertambah 280,9 sehingga luasan mencapai 900 hektare lebih. Pihaknya juga tidak mengingikan pelanggaran yang jelas-jelas terjadi malah minta diputihkan.