Denpasar, Bali Tribune
Awal 2016 ini, perekonomian nasional pada triwulan I masih tumbuh terbatas, pertumbuhan ekonomi Nasional tercatat mengalami perlambatan dari sebesar 5,04% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar 4,92% (yoy) di triwulan I 2016. Demikian dipaparkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Dewi Setyowati saat memberi sambutan acara pembukaan sosialisasi program penjaminan LPS di Denpasar, Selasa (31/5).
Menurut Dewi, tertahannya angka pertumbuhan tersebut, terutama disebabkan oleh kinerja konsumsi pemerintah dan investasi yang masih terbatas. Hal ini sesuai dengan pola musimannya. Meskipun demikian, perkembangan terakhir menunjukkan kinerja konsumsi rumah tangga dan ekspor yang mulai menunjukkan perbaikan, sehingga untuk keseluruhan tahun 2016, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami peningkatan pada kisaran 5,0% - 5,4% (yoy). Terjaganya kestabilan ekonomi yang didukung oleh komitmen Pemerintah untuk mendorong pembangunan infrastruktur yang memberikan multiplier effect, terhadap perekonomian yang didukung oleh tren penurunan defisit transaksi berjalan, diperkirakan akan menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di tahun 2016.
Meskipun demikian, papar Dewi Setyowati, perkembangan perekonomian Indonesia ke depannya masih akan menghadapi banyak tantangan. Masih berlanjutnya divergensi perekonomian dunia, seiring dengan risiko berlanjutnya perlambatan perekonomian Tiongkok (rebalancing ) serta perbaikan perekonomian AS yang tidak sekuat perkiraan awal, berlanjutnya penurunan harga komoditas terutama minyak dunia, perlambatan investasi dan perdagangan yang terutama terjadi di negara maju, serta tekanan geopolitik di beberapa negara.
Menyikapi perkembangan tersebut, Dewi menegaskan, Bank Indonesia senantiasa melalukan koordinasi dan pembahasan dengan berbagai pemangku kepentingan, untuk menempuh beberapa langkah kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. Tidak berlebihan apabila kita mengatakan, sinergi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia, telah berkontribusi pada terjaganya kestabilan ekonomi nasional. Hal ini tercermin dari perbaikan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar maupun terhadap barang (inflasi), sehingga tekanan berlebihan kepada keseluruhan sektor ekonomi dapat dihindari.
“Sebagaimana kita lihat, nilai tukar rupiah pada April 2016 mengalami penguatan sebesar 4,28%(ytd) atau secara point-to-point (ptp) menguat sebesar 0,54% (mtm) ke level Rp 13.204 per dolar AS, “ kata Dewi Setyowati. Sejalan dengan kondisi tersebut, inflasi menunjukkan kinerja serupa, inflasi nasional pada April 2016 tercatat sebesar 3,6% (yoy), lebih rendah dibandingkan Maret 2016 yang sebesar 4,45% (yoy). Melandainya tekanan inflasi tersebut seiring dengan penurunan harga BBM, tarif angkutan umum, dan tarif Tenaga Listrik (TTL) serta pembatalan kenaikan harga LPG 3 kg. Dengan perkembangan terakhir terbut, Bank Indonesia optimis inflasi nasional pada tahun 2016 dapat mencapai target sebesar 4%±1% (yoy).
Menurut Dewi, di tengah perlambatan ekonomi global dan nasional, Provinsi Bali masih dapat tumbuh mencapai 6,04% (yoy) pada triwulan I 2016, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,96% (yoy), dan jauh diatas nasional yang sebesar 4,92% (yoy) di periode yang sama. Dari sisi permintaan, peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga, PMTB (investasi), dan meningkatnya kinerja ekspor luar negeri. Sementara, dari sisi penawaran, peningkatan kinerja beberapa lapangan usaha yang memiliki share besar terhadap perekonomian Bali, yaitu Perdagangan Besar dan Eceran, Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum, Transportasi, Konstruksi, Jasa keuangan, Jasa kesehatan dan Kegiatan Sosial mendorong peningkatan perekonomian pada triwulan I 2016.
Dari sisi perkembangan harga, papar Dewi Setyowati, sejalan dengan nasional, inflasi di Provinsi Bali pada April 2016 menunjukkan perkembangan positif. Inflasi di Provinsi Bali pada April 2016 tercatat sebesar 2,96% (yoy), lebih rendah dibanding Maret 2016 yang sebesar 3,59% (yoy). Bank Indonesia memperkirakan bahwa inflasi sepanjang tahun 2016 akan terjaga pada kisaran 4%±1%(yoy). Berdasarkan hasil survei dan data-data yang kami peroleh, perekonomian Bali pada triwulan II 2016, diperkirakan akan tumbuh positif di kisaran 6,06%-6,46%(yoy) dan untuk keseluruhan tahun 2016, ekonomi Bali diperkirakan akan tumbuh dalam kisaran 6,08%- 6,84%(yoy).
Dari sisi permintaan, peningkatan tersebut didukung oleh perbaikan perkiraan perekonomian global di tahun 2016, yang berpotensi mendorong perbaikan kinerja ekspor luar negeri, terkonfirmasi dari hasil liaison yang mengambarkan adanya upaya ekspansi pasar dari beberapa industri pengolahan. Selain itu, konsumsi rumah tangga di tahun 2016, juga diperkirakan mulai mengalami perbaikan seiring dengan kenaikan UMP dan potensi menurunnya harga BBM dan LPG, serta terjaganya TTL sepanjang tahun 2016.
Sementara itu, komitmen Pemerintah Daerah dalam mendukung pembangunan perekonomian, terutama pembangunan infrastruktur diperkirakan akan mendorong akselerasi peningkatan kinerja konsumsi pemerintah dan investasi. Sejalan dengan itu, peningkatan kinerja investasi juga didorong oleh optimisme pelaku usaha seiring dengan tendensi penurunan suku bunga kredit perbankan (investasi dan modal kerja) di Provinsi Bali, menuju suku bunga single digit sebagai respon terhadap penurunan suku bunga BI Rate. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) juga mengkonfirmasi perkiraan perbaikan perkembangan investasi dari sebesar -2,82% (SBT) menjadi sebesar -1,66% (SBT).
Sedangkan dari sisi penawaran, lanjut Dewi Setyowati, perkiraan peningkatan perekonomian, bersumber dari perkiraan peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian seiring dengan dukungan program pengembangan peningkatan produktivitas pertanian oleh Pemerintah, serta perkiraan peningkatan kinerja industri pariwisata dan industri pengolahan. Industri pariwisata diperkirakan mengalami peningkatan seiring dengan upaya pemerintah dalam me-rebranding dan mempromosikan Provinsi Bali sebagai destinasi pariwisata. Sementara, perkiraan peningkatan industri pengolahan didorong oleh upaya pelaku usaha dalam meningkatkan akses pasar dengan mengembangkan alternatif segmen pasar baru (domestik dan ekspor).
Lebuh lanjut, Dewi Setyowati memaparkan, perkembangan perkonomian Bali tersebut, juga didukung oleh Stabilitas Keuangan di Provinsi Bali, yang masih solid. Hal ini tercermin dari indikasi masih kondusifnya fungsi intermediasi perbankan indikator perbankan, dimana Loan to Deposit Ratio (LDR) meningkat dari 80,39% pada April 2015, menjadi 82,62% di April 2016. Tingkat kualitas kredit yang terjaga pada level yang aman, dengan NPL sebesar 2,60%. Pertumbuhan kredit dan DPK, juga turut mendukung perkembangan kinerja positif perbankan. Hal ini terlihat dari kredit yang masih tumbuh sebesar 9,71% (yoy) dan DPK yang tumbuh sebesar 6,40% (yoy) pada April 2016.
Sejalan dengan perkembangan perbankan nasional, perkembangan kredit produktif perbankan Bali (modal kerja dan investasi) pada periode April 2016 tercatat sebesar Rp 44,48 triliun atau tumbuh sebesar 7,55% (yoy), melambat dibandingkan April 2015 yang tumbuh sebesar 15,77% (yoy). Namun dalam trend yang mulai meningkat pada triwulan berjalan. Hal ini searah dengan membaiknya ekspektasi pelaku usaha terhadap perkiraan peningkatan kinerja ekonomi ke depan, sehingga mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan kapasitas usahanya yang akan menjadi salah satu peluang perbankan dalam melakukan ekspansi kredit.
Menurut Dewi Setyowati, hasil asesmen BI terhadap perkembangan kredit korporasi dan rumah tangga di Provinsi Bali, masih menunjukkan perkembangan yang positif namun dengan sedikit catatan. Penyaluran kredit korporasi pada periode April 2016, masih tumbuh sebesar 11,93% (yoy), yang masih terkonsentrasi pada sektor perdagangan dengan share sebesar 41,67%. Sementara itu, penyaluran kredit rumah tangga masih mampu tumbuh sebesar 10,55% (yoy) di April 2016, yang didominasi oleh Kredit Pemilikan Rumah-KPR, dengan share mencapai 41,16%. Namun perlambatan ekonomi global dan nasional yang terjadi pada tahun 2015, sedikit banyak telah mempengaruhi kualitas kredit korporasi dan rumah tangga di Bali.
Hal ini tercermin dari meningkatnya NPL kredit korporasi dari 3,22% pada Desember 2015 menjadi 4,40% pada April 2016 dan kredit rumah tangga dari 0,76% pada Desember 2015 menjadi 1,06% di April 2016. Untuk itu, kami mengharapkan kalangan perbankan di Provinsi Bali, untuk melakukan langkah-langkah antisipasi, terhadap tendensi peningkatan NPL korporasi dan rumah tangga, serta melakukan berbagai upaya mitigasi resiko yang akan muncul, agar Stabilitas Sistem Keuangan di Provinsi Bali tetap terjaga dengan baik.
Untuk memperluas keterjangkauan layanan bank terhadap masyarakat, perbankan senantiasa meningkatkan jangkauan layanan, baik melalui penambahan jaringan kantor maupun ATM. Berdasarkan data terakhir dari OJK Regional VIII Bali Nusa Tenggara pada Maret 2016, jumlah kantor bank tercatat sebanyak 1.032, dengan didukung oleh 3.036 layanan Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Jaringan kantor Bank Umum saat ini terdiri atas 725 kantor dan 3.036 ATM, sedangkan jaringan kantor BPR terdiri atas 307 kantor.
Sejalan dengan penurunan tingkat suku bunga BI Rate yang pada periode sepanjang triwulan I 2016 telah turun sebesar 0,75% menjadi 6,75%, telah diikuti pula oleh penurunan tingkat suku bunga rata-rata tertimbang simpanan dan kredit di Provinsi Bali. Suku bunga simpanan bank rata-rata tertimbang telah turun dari 3,83% p.a di Desember 2015, menjadi 3,71% p.a pada April 2016. Sementara itu, suku bunga kredit bank rata-rata tertimbang telah turun dari 12,81% pa menjadi 12,62% pa di April 2016.
Penurunan suku bunga simpanan dan kredit tersebut, diharapkan akan semakin terakselerasi seiring dengan reformulasi kebijakan suku bunga Bank Indonesia, dari BI Rate menjadi BI 7-day Repo Rate, yang akan berlaku efektif pada 19 Agustus 2016. Kebijakan ini diharapkan dapat memberi dampak yang lebih signifikan terhadap laju penurunan suku bunga kredit perbankan, sehingga pada gilirannya dapat mendorong ekspansi usaha sehingga pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi regional Bali dan Nasional.
Meskipun menunjukkan perkembangan yang positif, perekonomian Provinsi Bali masih dihadapkan pada beberapa tantangan. Dari sisi eksternal, risiko terhadap pertumbuhan ekonomi datang dari masih terjadinya divergensi perekonomian global seiring dengan potensi berlanjutnya perlambatan ekonomi Tiongkok dan perbaikan perekonomian AS yang tidak sekuat perkiraan. Selain itu, semakin ketatnya kompetisi pariwisata (terutama dengan destinasi wisata serupa seperti Thailand dan Hawaii), menjadi tantangan tersendiri untuk Provinsi Bali, agar dapat tetap menarik jumlah kunjungan wisman sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Sementara itu, dari sisi internal, tantangan yang dihadapi utama disebabkan oleh masih terhambatnya pembangunan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung pencapaian target jumlah kunjungan wisman, termasuk kesiapan Bali dalam mengantisipasi lonjakan wisman sebagai implikasi kebijakan bebas visa 174 negara di 2016, implementasi MEA dan perubahan struktur negara asal wisman yang akan mengubah pola konsumsi wisman di Bali.