Perwakilan Orangtua Temui Pejabat RS Harapan Bunda | Bali Tribune
Diposting : 16 July 2016 10:30
habit - Bali Tribune
vaksin
VAKSIN - Orangtua menunggu untuk mendapatkan informasi mengenai vaksin yang diberikan kepada anak mereka di Rumah Sakit Harapan Bunda (RSHB), Jakarta Timur, Jumat (15/7).

Jakarta, Bali Tribune

Suasana sempat ricuh saat sejumlah orangtua meminta bertemu dengan pejabat Rumah Sakit Harapan Bunda (RSHB) di Jakarta Timur untuk meminta penjelasan dan tanggung jawab rumah sakit mengenai peredaran vaksin palsu.

Para orangtua yang tak sabar menunggu pernyataan pengelola rumah sakit berusaha menemui pejabat rumah sakit di lantai empat gedung rumah sakit, namun petugas keamanan menghalangi mereka di tangga darurat. Akhirnya ada lima sampai enam perwakilan orangtua pasien yang bisa menemui pejabat rumah sakit.

Dalam surat pernyataan bermaterai dan berstempel rumah sakit yang ditandatangani oleh direktur rumah sakit dr. Finna, pihak RSHB menyatakan akan menanggung biaya vaksinasi ulang bagi pasien yang terbukti telah menerima vaksin palsu di RSHB. Pihaknnya juga menyatakan akan bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan vaksin palsu tersebut kepada pasien di kemudian hari.

Disodori Kuitansi Tak Resmi

Sejumnlah orangtua yang anaknya diberi vaksin di RSHB mempertanyakan kejanggalan kuitansi tak resmi dari seorang suster di rumah sakit tersebut. Intan Nugraha (26), mengaku, pernah mendapat kuitansi pribadi dari seorang suster ketika anaknya divaksin pada April lalu.

Ketika itu anaknya disuntik vaksin yang diakui sebagai stok pribadi dari suster karena persediaan di rumah sakit telah habis. “Disuntik dulu, baru dikasih tahu vaksin dokter habis dan ini (vaksin) pribadi,” kata Intan di RSHB, Jakarta Timur, Jumat siang kemarin.

Biasanya segala pembayaran diproses di kasir rumah sakit, tapi saat itu uangnya diserahkan langsung pada suster. Ia membayar Rp1.750.000, namun yang tertulis di kuitasi tulisan tangan dengan cap dokter itu hanya Rp750.000. “Sejuta sisanya kata suster akan dia bayarkan ke kasir,” kata Intan.

Biasanya, Intan mendapat kuitansi asli berlogo resmi sebagai bukti bayar vaksin dari pihak rumah sakit. Kejanggalan soal kuitansi terjadi ketika ia berhalangan mengantar anak untuk vaksinasi, sehingga tugas itu diserahkan pada sang nenek. “Awalnya tidak diberi kuitansi, tapi saya ngotot by phone minta kuitansi,” katanya.

Ketika mendengar kabar vaksin palsu yang beredar di RS Harapan Bunda, ia mengumpulkan berbagai kuitansi pembayaran vaksin, baik yang resmi maupun nonresmi, ke rumah sakit untuk meminta kejelasan.