Diposting : 24 February 2020 23:55
Agung Samudra - Bali Tribune
balitribune.co.id | Bangli - Berbeda dengan hajatan Pilkada sebelumnya yang selalau diramiakan calon dari perorangan. Pada Pilkada tahun 2010 muncul dua paket calon dari perorangan yakni Ida Bagus Ludra yang berpaketan dengan Nyoman Durpa dan paket I Wayan Arsada dengan Wayan Lesmawan. Pada Pilkada tahun 2015 muncul paket I Gede Tindih dengan Ida Bagus Made Supresna namun setelah dilakukan verifikasi faktual calon tersebut gugur.
Sementara pada Pilkada tahun 2020 diapstikan tidak ada calon dari independen, pasalnya hingga penutupan penyerahan syarat dukungan tanggal 23 Februari tidak ada calon yang menyerahkan dokumen syarat dukungan. Komisioner KPU Bangli Bidang Teknis I Kadek Adiawan mengatakan hingga penutupan penyerahan syarat dukungan tidak ada satu pun calon perorangan yang menyerahkan dokumen. “Pada hari terakhir pendaftaran, kami tunggu hingga pukul 24.00 wita namun tidak ada yang datang menyerahkan syarat dukungan untuk maju dari perorangan,” ungkapnya, Senin (24/2).
Tidak adanya calon dari jalur pereorang yang ikut bertarung dalam Pilkada nanti kemungkinan karena persyaratanya dianggap berat, pasalnya sesuai syarat dukungan minimal, seorang calon perorangan harus bisa mengumpulkan 18.700 lebih bukti dukungan dan harus tersebar minimum di tiga kecamatan. Setelah itu, KPU akan dilakukan verifikasi faktual. “Kami tidak tahu persis kenapa tidak ada calon dari perorangan, entah karena syarat yang dianggap berat atau karena sudah ada partai politik yang menaungi,” sebutnya.
Lanjut Kadek Adiana, sejatinya diawalestimasi untuk calon bupati dan wakil bupati yang bertarung di Pilkada sebanyak lima pasang calon. Meliputi dua calon independent/perorangan, tiga calon dari partai politik. “Karena dari independent tidak ada yang menyarahkan syarat dukungan hingga batas waktu yang ditentukan, maka sah calon hanya dari partai politik,” sebutnya.
Kemudian untuk calon dari partai politik estimasi tiga calon, yang mana PDIP dan Golkar dapat mengusung mandiri sesuai dengan perolehan kursi di legislatif. Kemudian masih ada peluang partai lainya untuk membentuk calon. “Minimal memiliki enam kursi, jadi jika partai politik diluar Golkar dan PDIP bergabung maka dapat mengusung calon. Namun demikian tidak menutup kemungkinan ada koalisi, sehingga bisa saja calon hanya dua pasang. Untuk itu ranah partai politik,” imbuhnya.
Sementara dengan tidak adanya calon perorangan, maka dalam Pilkada tidak menutup kemungkinan pertaurungan akan berlangsung head to head antara paket calon yang diusung PDIP dengan Golkar. Walaupun sejatinya partai gabungan (Demokrat, Hanura, Nasdem) bisa mengusung calon, namun kalau salah satunya merapat ke Golkar atau PDIP maka ruang mengusung calon akan pupus.
Sumber diinternal partai Nasdem mengatakan berbicara masalah koalisi Nasdem masih harus menunggu turunnya rekomindasi dari PDIP maupun Golkar. Namun demikian ruang untuk koalisi dengan Golkar terbuka lebar, pasalnya antara Golkar dan Nasdem memiliki visi dan misi yang sama. Sedangkan untuk Hanura sendiri menurut salah seorang kadernya jika pertarungan berlangsung head to head maka akan merapat ke PDIP. “Kami masih menunggu siap calon yang yang nantinya mendapat rekomindasi,” ujar kader Hanura ini.