Jakarta, Bali Tribune
Rumah sakit (RS) yang diduga berlangganan vaksin palsu bertambah. Jika sebelumnya ada empat RS, kini jumlah RS yang diduga berlangganan menjadi 12. RS tersebut diidentifikasi berada di Pulau Jawa dan Sumatera.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Brigjen Agung Setya, mengatakan, saat ini penyidik masih mendalami kasus tersebut. “Kami memerlukan fakta yang real dari proses penyebaran vaksin palsu seperti apa,” kata Agung di Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7).
Agung masih belum bisa membuka nama 12 RS tersebut. Ia berharap Tim Satgas bisa bekerja maksimal dengan tukar menukar informasi, sehingga langkah penindakan lebih cepat. Ia menambahkan, Bareskrim belum bisa memastikan apakah RS yang diduga terlibat telah melanggar aturan atau tidak.
Hal tersebut, kata dia, masuk ranah Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sampai saat ini, Bareskrim telah mengirimkan 10 nama balita yang terpapar vaksin palsu ke Kemenkes. Nantinya, Kemenkes akan mendistribusikan daftar nama-nama tersebut ke puskesmas atau dinas kesehatan setempat.
Penyaluran Harus Resmi
Vaksin palsu diduga telah beredar selama 13 tahun. Untuk mencegah kejadian serupa terulang, baik Bareskrim, Kemenkes, dan BPOM sepakat nantinya distribusi vaksin harus resmi. Semua sarana dan fasilitas kesehatan, kata dia, harus dari distributor resmi.
Selain itu, setiap saranan kesehatan akan diminta audit internal tentang vaksin yang ada saat ini. “Agar tahu, persediaan yang ada sekarang dari mana saja,” katanya. Selama ini, kata Agung, pengawasan penyebaran vaksin sudah ketat. Namun, pelaku bisa memanfaatkan celah yang ada.
“Namanya penjahat, ada kesempatan dan keuntungan dia lakukan. Kita paham bagaimana cara penjahat bekerja, bagaimana mereka memanfaatkan kesempatan,” ujarnya. Penyidik telah menetapkan 18 tersangka terdiri atas pembuat, distributor, dan tenaga medis yang terlibat dalam kasus vaksin palsu.
Mereka ditangkap di Bekasi, Jakarta, Tangerang, Banten dan Semarang, Jawa Tengah. Dua dari 18 tersangka tidak ditahan karena masih di bawah umur. Mereka dijerat Pasal 196 jo Pasal 98 dan atau Pasal 197 jo Pasal 106 dan atau Pasal 198 jo Pasal 108 Undang-Undang No 36/2009 tentang Kesehatan serta Pasal 62 jo Pasal 8 Undang-Undang No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.