Tipu Calon TKI, Wanita Paruh Baya Divonis 2,5 Tahun Penjara | Bali Tribune
Diposting : 29 May 2020 00:06
Valdi S Ginta - Bali Tribune
Bali Tribune/ Terdakwa Endang Sugiyanti (50).
Balitribune.co.id | Denpasar - Terdakwa kasus penipuan berkedok penyalur tenaga kerja ke luar negeri, Endang Sugiyanti (50), hanya bisa pasrah mendengar vonis 2 tahun dan 6 bulan (2,5 tahun) penjara dari majelis hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dalam sidang secara daring, Kamis (28/5).
 
Dalam putusannya, majelis hakim diketuai I Ketut Kimiarsa menyatakan perbuatan perempuan yang pernah dihukum atas kasus yang sama ini, telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP.
 
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan penjara selama 2 tahun dan 6 bulan penjara, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara," tegas Hakim Kimiarsa saat membacakan amar putusan.
 
Setelah membacakan putusannya, Hakim Kimiarsa sempat bertanya kepada terdakwa apakah menerima, banding atau pikir-pikir selama 7 hari menanggapi putusan tersebut. "Saudari sudah dengar yah, tadi diputus 2 tahun dan 6 bulan penjara. Sudah dikurangi dari tuntutan Jaksa. Bagaimana atas putusan tersebut?," kata Hakim Kimiarsa sambil meminta tanggapan Jaksa juga.
 
Dari balik layar monitor, terdakwa yang mengikuti persidangan dari Lapas Kelas II A Kerobokan langsung bersikap atas putusan tersebut. "Saya menerima," jawab terdakwa. Hal serupa juga disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Dewa Gede Anom Rai yang berada di PN Denpasar namun di ruangan yang terpisah dengan majelis hakim. "Menerima Yang Mulia," kata jaksa Anom ke majelis hakim. 
 
Sebelumnya, Jaksa Anom Rai meminta majelis hakim supaya terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 3 tahun, karena  korban yang ditipu oleh terdakwa lebih dari 5 orang, dan terdakwa juga pernah dihukum dalam kasus penipuan tenaga kerja.
 
Tindak pidana penipuan yang dilakukan terdakwa terjadi pada 1 Agustus 2018 di PT Gunawan Sejahtera Abadi (GSA) di Jalan Gunung Tangkupan Perahu, Denpasar Barat. Terdakwa mengaku sebagai kepala cabang  kantor PT GSA yang bergerak dibidang penyaluran dan penempatan pekerja migran Indonesia.
 
Mulanya, terdakwa mendatangi kampus Lembaga Pendidikan Pariwisata Bali (LP2B)  di Jalan Kebo Iwa, Nomor 17, Gianyar. Dengan kedok sebagai pemimpin perusahaan yang bergerak dalam bidang penyalur tenaga kerja untuk
berbagai negara. 
 
Rektor LP2B yang tertarik akhirnya menyanggupi kerja sama. "Namun, perjanjian kerja sama itu tidak tertuang dalam perjanjian hitam di atas putih," jelas Jaksa Anom.
 
Rektor kemudian menghubungi stafnya untuk menyampaikan pada alumnus P2B yang ingin bekerja di luar negeri bisa menghubungi terdakwa. Salah satu alumnus yang dihubungi adalah saksi korban I Wayan Sulatra. 
 
Korban yang tertarik kemudian mendatangi kantor terdakwa. Sesampainya di kantor, korban ditemui langsung terdakwa. Korban menyampaikan keinginannya bekerja di luar negeri. Terdakwa membenarkan dirinya bisa menempatkan tenaga kerja di beberapa negara. Salah satunya bekerja di perkebunan di Jepang.
 
Untuk meyakinkan terdakwa, korban diiming-iming dengan gaji yang mengiurkan mulai Rp 18 juta hingga 28 juta perbulan. Namun dengan syarat harus membayar Rp 60 juta. Uang itu dipakai untuk membuat paspor, visa, dan keperluan lainnya. Korban menanyakan apakah uang Rp 60 juta bisa dibayar setengahnya terlebih dulu, terdakwa mengatakan boleh.
 
Pada 10 Agustus 2018, terdakwa menanyakan pembayaran. 
Saksi korban menjawab akan diberikan pada 13 Agustus di kampus LP2B Gianyar. Singkat cerita, korban dan orang tuanya bertemu terdakwa di kampus disaksikan pihak kampus. 
 
Pada 6 November, korban diberi tiket berangkat ke Jepang. Korban juga diberi visa, namun visa berlibur. Saat di Bandara Ngurah Rai, korban bertemu saksi I Nyoman Agus Hartono Sastrawan, calon TKI yang juga hendak berangkat ke Jepang melalui terdakwa.
 
Namun, sesampainya di Bandara Narita, Jepang, korban diperiksa pihak Imigrasi setempat. Setelah dicek, korban dan saksi dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi kerja di Jepang karena tidak didampingi agen. Hotel yang dipesan korban juga tidak dibayar. Sehari berselang, korban dideportasi ke Bali.
 
orban yang kesal menemui terdakwa. Menariknya, meski sudah ketahuan belangnya, terdakwa tenang dan meminta korban mencari kos. Korban dijanjikan akan diberangkatkan ke Jepang. Nyatanya, sebulan berlalu tak kunjung diberangkatkan. Korban pun melaporkan kasus ini ke polisi. Val