Diposting : 3 July 2018 15:20
Redaksi - Bali Tribune
BALI TRIBUNE - Meski cerita Panji merupakan warisan budaya Indonesia, namun penyebarannya dalam wujud kesenian tidak hanya menusantara. Sejumlah negara tetangga seperti Thailand dan Kamboja, hingga kini juga turut mewariskan kesenian yang berlatar cerita sastra jaman kerajaan tanah Jawa ini. Seperti halnya persembahan tarian dari tiga negara yang di pertunjukkan dalam Festival Panji yang menyuguhkan Drama Tari Inao/Inu dari Gua (Thailand), Tari Inao (Kamboja), serta Drama Tari Legong Lasem Khas Peliatan, Ubud yang mewakili Indonesia, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar.
Festival Panji International (FPI) pada Pesta Kesenian Bali tahun ini benar-benar memberi warna baru. Terlebih disertai penggalian sejarah sastra dan budaya Indonesia sebagai mahakarya yang menyebar ke seluruh nusantara serta melebar ke sejumlah negara tetangga.
Di Bali sendiri, implementasi cerita Panji melingkup ke beragam bentuk kesenian. Seperti tari Gambuh hingga tari lepas bertutur, yakni Legong Lasem. Serangkaian Festival Panji ini, tiga tari klasik dari tiga negara, yakni Indonesia, Thailand dan Kamboja ditampilkan secara eksklusif di Gedung Ksirarnawa.
Sebagai perwakilan kesenian Indonesia, kali ini dipercayakan pada Sekaha Gong Tirta Sari, Peliatan, Ubud yang menampilkan Tari Legong Lasem lengkap-langgam dengan durasi 30 menit. Tari klasik ini ditarikan oleh tiga penari Peliatan. “Untuk menarikan tari Legong Lasem ini, membutuhkan tenaga ekstra, karena durasinya cukup panjang dan penghayatan karakternya tetap harus kuat,“ ungkap Luh Gede Aan Sulastina, Senin (2/7).
Meski sudah melakoni tari Legong selama belasan tahun, penari Condong energik ini awalnya tidak mengetahui jika tari Legong dengan cerita Ratu Lasem merupakan turunan ceria Panji. Dari penuturan pendahulunya, tari Legong Lasem yang lebih dikenal dengan tari Legong Keraton, adalah tarian untuk kalangan kerajaan. Bahkan konon tercipta saat Raja Sukawati sakit, bermimpi telah dihibur oleh bidadari. Hingga akhirnya tari bidadari ini diwujudkan dalam tari Legong saat sang raja sembuh.
Setelah mendapatkan leterasi menjelang ambil bagian dalam Festival Panji ini, alumni SMAN I Gianyar ini pun mendapat pengetahuan baru. Kisah Prabu Lasem yang diceritakan dalam tari Legong ini senyatanya diambil dari cerita Panji. Mengisahkan perjalanan prabu (adipati) Lasem yang ingin meminang putri dari Kerajaan Daha (Kediri) yaitu Putri Rangkesari yang sudah terikat jalinan dengan Raden Panji dari Kahuripan.
Diceritakan sang putri menolak pinangan Prabu Lasem, karena ditolak akhirnya melakukan perbuatan tidak terpuji dengan menculik sang putri. Mengetahui hal tersebut, Raja Daha (Kediri) menyatakan perang terhadap Prabu Lasem. Prabu Lasem juga diserang oleh burung garuda pembawa maut. Walaupun berhasil meloloskan diri dari serangan garuda, namun akhirnya tewas saat peperangan melawan Raja Daha.
“Saya sangat bangga bisa ambil bagian dalam Festival Panji ini, terlebih Legong ini tidak sekedar warisan seni tari Bali. Namun juga diakui sebagai salah satu warisan budaya dunia oleh badan dunia UNESCO,“ bangga penari berbakat yang kerap diundang dalam misi kesenian ke luar negeri ini.
Pengamat seni I Made Bandem yang menyaksikan tampilan tiga tari cerita Panji ini menyebutkan, jika tari dari tiga negara ini memiliki kesamaan platform. Dirinya melihat keterkaitan hubungan gaya tari serta perspektif dalam pengambilan artikulasi cerita dalam gerak tari itu sendiri. Salah satunya, persamaan yang paling sederhana dari alat musik yang digunakan “Adanya festival ini kami harapkan akan memperkuat asal muasal cerita Panji sebagai ingatan dunia sekarang ini,” terang Bandem.
Bandem berharap agar cerita Panji tak hanya dikenal dan dinikmati generasi tua saja. Namun juga wajib terus menggerenasi agar dijadikan sebagai tuntunan sekaligus hiburan masa kini dan nanti di seluruh dunia.