BALI TRIBUNE - Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Komaruddin Simanjuntak. SIP., MSc., mengimbau seluruh masyarakat, baik yang berdomisili di Bali, Nusa Tenggra Barat (NTB) maupun Nusa Tenggara Timur (NTT) agar senantiasa mewaspadai munculnya aksi teror dan cyber narcoterorism yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
“Belakangan ini terjadi beberapa peristiwa yang cukup menyita perhatian masyarakat, seperti adanya aksi teror terhadap aparat keamanan dan berbagai aksi tindak kejahatan lainnya yang menimpa masyarakat maupun prajurit TNI,” ujar Jenderal Komaruddin ketika ditemui di Makodam IX/Udayana, Minggu (1/10).
Terjadinya peristiwa ini kata jenderal TNI bintang dua berkumis tebal itu, dapat menimbulkan kecemasan dan kegelisahan di kalangan masyarakat, termasuk dalam keluarga besar TNI, khsusunya yang tinggal di Bali-Nusra. Di mana, pada Juli lalu telah terjadi berbagai aksi kejahatan di beberapa wilayah di Indonesia yang dilakukan oleh kelompok radikal, yang merenggut korban jiwa aparat keamanan dan prajurit TNI.
“Semua ini menimbulkan kecemasan dan keprihatinan serta sekaligus memerlukan langkah yang tepat dalam tindakan pencegahannya, agar kejadian seperti itu tidak terulang lagi,” jelas mantan Aster Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) yang juga pernah menjabat Dandim 1611/Badung dan Kasrem 163/Wira Satya itu.
Aksi terorisme tidak bisa dipandang sebelah mata, dan rangkaian aksi teror yang terjadi akhir-akhir ini seperti di Manchester Inggris, Mesir, Marawi Filipina dan di Jakarta, merupakan sederatan aksi teror yang serius hingga menimbulkan korban jiwa manusia. ISIS menjadi kelompok radikal yang paling disorot dalam aksi-aksi teror yang terjadi di dunia saat ini, dan hal ini tidak lepas dari pengakuan mereka sendiri yang menyatakan terlibat di balik semua rangkaian aksi terror tersebut.
Aksi terorisme dipilih menjadi suatu model oleh orang, kelompok atau organisasi tertentu untuk memaksakan tujuannya. Kelompok (teroris) itu memiliki pilihan-pilihan atau nilai kolektif dan menjatuhkan pilihan pada terorisme sebagai pilihan aksi utama yang mengabaikan serangkaian alternatif lainnya.
Teror adalah usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Teroris adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik; penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan.
Demikian pula yang tidak kalah pentingnya untuk diwaspadai kata Pangdam, seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi informasi yang melahirkan kelompok baru yang dikenal dengan cyber narcoterorism. Kelompok ini menggunakan dunia maya sebagai ruang menyebarkan informasi yang menyesatkan dengan melalui berbagai situs seperti, You Tube, Twitter maupun Facebook untuk merebut pangsa pasar dalam penyebaran pemikiran dan mendorong seseorang atau kelompok untuk mengikuti ajaran sesat.
Cyber narcoterorism dapat diartikan sebagai upaya, pekerjaan, kegiatan dan tindakan yang dilakukan oleh pihak atau kelompok tertentu, baik aktor negara maupun nonnegara dalam mengedarkan narkotika untuk kepentingan pendanaan aktivitas terorisme melalui penggunaan media cyber. Ini merupakan kejahatan jenis baru di dunia maya yang memiliki dampak luas bagi keamanan dan kedaulatan nasional suatu bangsa, termasuk keamanan dalam negeri dan kedaulatan bangsa Indonesia.
“Jenis kejahatan ini perlu mendapat perhatian serius dan harus diwaspadai, khususnya oleh otoritas keamanan Indonesia dan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya,” imbau Jenderal Komaruddin, seraya menuturkan, indoktrinasi melalui cyber ini mampu dan sangat efektif dalam mempengaruhi dan merubah paradigma banyak orang untuk mau melakukan jihad, teknik propaganda yang dihembuskan mampu menimbulkan rasa takut dengan penerapan teknik fundrising secara illegal untuk mendapatkan dana bagi kepentingan kejahatan atau aksi teror.
Oleh karena itu katanya, cyber narcoterorism ini merupakan salah satu bentuk kejahatan potensial yang mampu mengancam stabilitas sebuah negara. Untuk mengantisipasinya perlu adanya kesadaran yang tinggi dalam penggunaan media sosial.
“Jangan mudah percaya terhadap berita bohong (hoax), baik aparat maupun masyarakat harus cerdas, cermat serta pandai memilah berita yang positif dan bermanfaat. Pastikan sumber berita adalah dari media profesional yang betul-betul terliterasi dan sudah lolos verifikasi dari Dewan Pers, mengingat saat ini memang banyak media, baik cetak, elektronik maupun online, namun tidak semuanya profesional dan terverifikasi,” jelasnya.