Denpasar, Bali Tribune
Anggota DPRD Provinsi Bali benar-benar dibuat gerah akibat ulah satuan kerja perangkat daerah di lingkungan Pemprov Bali. Pasalnya sampai saat ini dana hibah yang difasilitasi para wakil rakyat tak kunjung dicairkan. Selain itu, ratusan proposal permohonan dana hibah masyarakat justru dikembalikan dengan alasan perlu perbaikan.
Kondisi ini membuat mayoritas anggota dewan kecewa berat. Bahkan Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali Ketut Tama Tenaya menginstruksikan rekan-rekannya di Komisi I memboikot persidangan di DPRD Bali, terutama sidang-sidang terkait pembahasan anggaran ke depan.
"Suatu saat kami siap memboikot persidangan kalau tidak ada kepastian secara jelas kapan dana hibah bisa dicairkan,” tandas anggota Fraksi PDIP DPRD Bali itu, di Gedung Dewan, Senin (11/7).
Tama Tenaya menilai, persyaratan pencairan dana hibah sekarang ini semakin rumit. Bahkan ada juga persyaratan baru, yang dinilainya tidak masuk akal dan terkesan sebagai upaya dari pihak eksekutif untuk menghambat pencairan dana hibah, terutama hibah-hibah yang difasilitasi anggota DPRD.
Ia pun mempertanyakan pernyataan Gubernur Made Mangku Pastika, yang mengklaim banyak proposal yang sudah dicairkan. "Proposal yang mana? Usulan darimana? Kalau usulan dari KONI, pasti bisa dicairkan, apalagi yang disampaikan langsung ke gubernur," berang Tama Tenaya.
Sebaliknya, untuk proposal hibah yang difasilitasi oleh anggota DPRD Bali, menurut dia, sampai saat ini belum ada satupun yang dicairkan. "Kalau proposal hibah difasilitasi oleh anggota dewan, belum ada satupun yang dicairkan dan malah banyak yang dikembalikan dengan alasan belum lengkap,” bebernya.
Pada kesempatan tersebut, Tama Tenaya bahkan sempat menghubungi Karo Hukum Provinsi Bali. Tama Tenaya mempertanyakan masalah SKT yang harus ditandatangani oleh dinas terkait di kabupaten dan kota. Dari komunikasi via telepon tersebut, akhirnya diberikan toleransi hanya sampai pada kecamatan.
Kepada Karo Hukum, Tama Tenaya menegaskan, SKPD di masing-masing kabupaten dan kota tidak mungkin secepatnya akan bisa memberikan SKT, seperti yang diharapkan. Terlebih lagi, lokasi belum diketahui dan membutuhkan waktu panjang lagi untuk pengecekan ke lapangan.
Oleh karena itu, Tama Tenaya meminta agar SKT cukup sampai di kantor camat saja karena masing-masing desa juga sudah mengetahuinya. Akhirnya dari hasil komunikasi itu, Karo Hukum memberikan toleransi kalau pengesahan SKT tidak perlu ke masing-masing dinas terkait, melainkan sampai di kantor camat saja.
"Harapannya dana hibah bisa secepatnya dicairkan. Sebab masyarakat sudah merasa bosan bolak-balik mengurus perbaikan proposal, terlebih lagi dari daerah pedalaman dan jaraknya jauh baik ke kantor desa, camat maupun mengembalikan ke provinsi," tandasnya.
Hal tak jauh berbeda disampaikan anggota Komisi I Nyoman Tirtawan. Menurut politisi Partai NasDem itu, dalam pencairan dana hibah kinerja SKPD sangat lamban dan tidak efektif, bahkan tidak sesuai dengan termin pemanfaatan anggaran.
Padahal di sisi lain, demikian Tirtawan, masyarakat yang mengajukan proposal dan permohonan dana hibah sudah memiliki rencana dan program kerja yang jelas, terutama yang diperuntukkan pembangunan fisik. "Dalam hal pembangunan fisik, selain waktu, masyarakat juga mempertimbangkan hari baik dan pelaksanaan upacara," bebernya.
Akibat keterlambatan pencairan dana hibah ini, lanjut Tirtawan, semuanya menjadi amburadul. Perencanaan yang dirancang masyarakat, juga amburadul dan tidak bisa tepat waktu. Hal ini dinilainya sangat ironis, mengingat proposal hibah yang difasilitasi dewan justru sudah diusulkan setahun lalu.
"Kita dipaksa dalam waktu dua minggu harus masukkan proposal. Dan kita sudah ajukan proposal pada Maret 2015 lalu. Namun sampai sekarang, dana hibah yang difasilitasi dewan malah belum cair-cair. Ini bukti bahwa kinerja SKPD memang sangat lamban," pungkas Tirtawan.