BALI TRIBUNE - Mantan Bupati Jembrana, Prof dr drg I Gede Winasa akhirnya mendapatkan kesempatan mengajukan pledoi (pembelaan) atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntutnya dengan hukuman 7 tahun penjara dan diwajibkan mengganti kerugian negara Rp797 juta.
Sidang berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Jumat (12/5), di hadapan majelis hakim pimpinan Wayan Sukanila, kuasa hukum Winasa, Simon Nahak dkk menilai jika terdapat kejanggalan dan kegamangan dalam tuntutan JPU. Salah satunya terkait kerugian negara.
Disebutkan, dalam perhitungan kerugian negara yang dibacakan JPU ada banyak versi. Yang pertama, dari audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) pada 2011 didapat kerugian negara Rp 600 jutaan. Lalu di dakwaan, kerugian negara berubah menjadi Rp 800 jutaan. Namun dari saksi ahli BPK yang dihadirkan menyebutkan kerugian negara Rp 700 jutaan. “Jadi ada banyak versi dan tidak tahu mana yang benar. Ini membuktikan bahwa data yang dimiliki JPU tidak akurat,” tegasnya.
Selain itu, dokumen perjalanan dinas fiktif yang digunakan JPU dalam persidangan juga perlu dipertanyakan. Apalagi sesuai Tupoksi Perdin sesuai Peraturan Bupati Nomor 8 dan 9 Tahun 2010 sudah dijalankan terdakwa sesuai aturan. “Dalam perjalanan dinas, semua pengurusan dilakukan ajudan, sekpri dan PPTK. Jadi terdakwa tinggal menjalankan,” tegasnya.
Yang paling penting, dalam perjalanan dinas menggunakan sistem lumsum. Sehingga tidak mungkin melebihi anggaran. “Dengan pertimbangan tersebut kami mohon kepada majelis hakim untuk membebaskan terdakwa dari semua tuntutan,” pungkasnya.
Winasa sendiri sebenarnya ingin menyampaikan pembelaan pribadinya. Namun karena belum selesai, majelis hakim meminta Winasa melampirkan pembelaannya pekan depan. “Kalau pledoi saya lebih pada mengetuk moralitas penegak hukum,” ujar Winasa yang berjanji akan memberikan pembelaannya Jumat (19/5) mendatang.
Seperti diketahui, dalam amar tuntutan JPU Ni Wayan Merathi dkk menjerat terdakwa dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pertimbangan yang memberatkan, Winasa sudah pernah dua kali divonis bersalah dalam kasus yang sama dan tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara hal meringankan tidak ada.
Selain itu, Winasa juga dikenakan denda Rp200 juta subsider 1 tahun penjara dan diwajibkan mengganti kerugian negara Rp797 juta. “Dengan perintah jika Winasa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa. Jika harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar denda, maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun,” kata jaksa.