balitribune.co.id | Denpasar - Kasus gugatan mantan anggota DPRD Kabupaten Badung, I Made Dharma dan kawan - kawan (dkk) terhadap Made Tarip Widharta saat ini menunggu putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Pihak Made Dharma sebelumnya membantah bahwa gugatan mereka hanya semata - mata tentang warisan dan tidak ada kaitannya dengan Pura Dalem Balangan ditepis oleh pihak tergugat.
Kuasa hukum tergugat dari Team Hukum H2B AKBP (Purn) Ketut Arianta, SH menjelaskan, bahwa para penggugat dalam permohonannya kepada Hakim Majelis Pengadilan Negeri Denpasar sesuai isi point 2 dan 3 halaman 29 Surat Gugatannya meminta agar permohonan para penggugat dikabulkan oleh hakim dengan menyatakan hukum bahwa para penggugat adalah ahli waris yang sah dari I Wayan Riyeg (alm) dan atau I Wayan Sadra (alm). Selain itu, menyatakan hukum para tergugat bukan merupakan ahli waris dan tidak berhak atas harta peninggalan dari I Wayan Riyeg (alm) dan/atau I Wayan Sadra (alm) dari keturunan I Wayan Selungkih.
Sehingga apabila permohonan penggugat sesuai isi point 2 dan 3 tersebut dikabulkan oleh Majelis Hakim, maka warisan dari I Riyeg berupa palemahan, yaitu tanah objek sengketa dan parahyangan berupa 2 buah Pura, yaitu Pura Dalem Balangan dan Pura Dalem Konco di Jimbaran akan jatuh ke tangan para Penggugat.
"Apakah ini tidak disebut para penggugat ingin merebut Pura Dalem Balangan dengan bermodalkan surat yang diduga kuat palsu?," ujar Arianta dengan nada tanya saat dikonfirmasi Bali Tribune di Denpasar, Minggu (27/8).
Arianta mempertegas bahwa poin permohonan penggugat untuk diakui sebagai ahli waris I Wayan Riyeg (alm) merupakan sentral poin dan tujuan utama dari perkara ini. "Para penggugat tidak usah malu-malu untuk menyatakan memang ingin untuk merebut tanah telajakan Pura Dalem Balangan yang merupakan nista Mandala dari Pura Dalem Balangan yang letaknya sangat komersial karena berada di Pantai Balangan yang eksotik," ujarnya.
Informasi yang berhasil dihimpun Bali Tribune mengatakan, perkara ini mendapat perhatian dari anggota DPD Bali, DR Arya Weda Karna, SE, MSI (AWK). Bahkan AWK sendiri telah bersurat kepada Ketua PN Denpasar untuk mengawasi perkara perdata Nomor 50/Pdt.G/2023/PN Dps dan bersurat juga kepada Kapolda Bali untuk mengawasi perkara Lap.Pol Nomor LP/B/208/VI/2023/SPKT/POLDA Bali tentang dugaan tindak pidana pemalsuan surat silsilah.
"Anggota DPD RI Arya Wedakarna bersurat untuk mengawasi perkara ini sebagai anggota DPD. Dan ada undang - undang MD3 bagi anggota DPD RI Arya Wedakarna sebagai anggota DPD untuk melakukan tugas dan wewenang pengawasan sesuai Pasal 22 huruf d UUD RI 1945 serta Pasal 258 huruf h Undang-Undang nomor 2 Tahun 2018. Bukan untuk melakukan intervensi," kata Ketua Umum Yayasan Pura Dalem Balangan Drs. Made Tarip Widharta.
Sementara Tim Hukum H2B lainnya Kombes Pol (Purn) I Ketut Arta, SH mengatakan, para penggugat tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk menggugat para tergugat dikarenakan sebagian daripada para penggugat (penggugat I, penggugat IV, penggugat V dan penggugat VI) tidak dapat bertindak sebagai penggugat dalam perkara dengan register Perkara Nomor : 50/Pdt.G/2023/PN.Dps tanggal 18 Januari 2023. Sebab fakta hukum pada bulan Juli 2001 para penggugat telah pernah menyatakan dirinya sebagai penghuni penggarap atas tanah objek sengketa dengan membuat surat pernyataan bulan Juli 2001 (T-8) dan surat perjanjian pengosongan bulan Juli 2001 (T-9) dan akta perjanjian pengosongan Nomor: 9 dan 10 tanggal 21 September 2002 dihadapan Notaris Liang Budiarta B, SH, MH di Badung sesuai bukti T-48, T-49, T-50, T-51, T-52, T-53 dan T-54.
"Penggugat I, penggugat IV, penggugat V dan penggugat VI di dalam surat pernyataan dan perjanjian pengosongan menyatakan, bahwa para penggugat bukan sebagai pemilik tanah tetapi hanya sebagai penghuni penggarap di atas tanah milik para tergugat. Para Tergugat adalah pemilik dan pewaris yang sah dari I Riyeg dan I Wayan Sadra atas tanah objek sengketa dalam perkara a quo. Para penggugat tidak akan mengadakan tuntutan berupa apapun juga kepada para tergugat atas tanah-tanah lain yang menjadi hak milik para tergugat maupun tanah-tanah lain yang tercatat atas nama I Wayan Sadra dan I Riyeg sebagaimana isi Pasal 1, 2, 3 dan 4 surat pernyataan bulan Juli 2001 (T-8) yang ditandatangani oleh para penggugat. Selain itu, juga disepakati dan ditandatangani oleh para tergugat dan diketahui oleh Kepala Lingkungan Pesalakan, Kelian Desa Adat Jimbaran dan Kepala Kelurahan Jimbaran, Nyoman Soka," urainya.
Menurut Ketut Arta, sebagian daripada para penggugat tersebut setelah menerima tanah seluas 7.500 m2 secara cuma-cuma dari para tergugat, para penggugat menyatakan sepakat mengosongkan tanah tersebut tanpa pemberian suatu ganti rugi apapun dari pihak tergugat dan juga para penggugat sesuai dengan bukti kwitansi penerimaan uang sebesar Rp200 juta untuk pengosongan tanah objek sengketa dari pihak turut tergugat I.
"Yaitu pihak hotel Kayumanis sesuai dengan bukti yang autentik, bukti T-50, T-51, T-52, T-53, T-54. Sehingga dengan adanya bukti-bukti yang valid dan autentik tersebut, para penggugat hanyalah sebagai penghuni penggarap tanah menambah keyakinan kepada Lurah Jimbaran Wayan Kardiyasa untuk membatalkan semua surat-surat diduga kuat palsu milik para penggugat, yaitu silsilah keluarga I Riyeg tanggal 14 Mei 2001 dan surat pernyataan silsilah keluarga tanggal 11 Mei 2022 yang dibuat dan ditandatangani oleh 17 orang penggugat, surat pernyataan waris tanggal 11 Mei 2022, surat keterangan nomor: 470/101/PEM tanggal 4 Agustus 2022," jelasnya.
Dikatakan Ketut Arta, menurut para penggugat surat keterangan nomor: 470/101/PEM tanggal 4 Agustus 2022 tersebut dibuat oleh Kantor Kelurahan Jimbaran, akan tetapi ternyata pihak Kelurahan membantah keras pernyataan dari I Made Dharma, dkk karena bukti dugaan kepalsuannya sangat terang dan kuat. "Jika kami hubungkan isi dari Surat Keterangan Nomor: 470/101/PEM tanggal 4 Agustus 2022 bukti surat milik para penggugat dengan point 16 isi surat gugatan dari para penggugat berbunyi: bahwa bukti kepemilikan atas tanah-tanah I Wayan Riyeg dan I Wayan Sadra yang berasal dari I Wayan Selungkih dapat dibuktikan berdasarkan surat keterangan nomor: 470/101/PEM tanggal 4 Agustus 2022 yang dibuat di Kantor Kelurahan Jimbaran dimana keterangan tersebut berdasarkan catatan Buku Kepemilikan Tanah di Kawasan Kelurahan Jimbaran. Dimana tercatat ada enam bidang tanah atas nama I Wayan Riyeg dan I Wayan Sadra," tegasnya.
Menurut Ketut Arta, tidak ditemukan dan dibuktikan isi dari dalil point ke 16 tersebut di dalam Surat Keterangan Nomor: 470/101/PEM tanggal 4 Agustus 2022 dan juga tidak diketemukan isi dari dalil point 16 tersebut di dalam kalimat di dalam Buku Kepemilikan Tanah di Kawasan Kelurahan Jimbaran yang menyatakan bahwa tanah-tanah I Wayan Riyeg dan I Wayan Sadra berasal dari I Wayan Selungkih dan juga di dalam Buku Kepemilikan Tanah di Kawasan Kelurahan Jimbaran tanah milik I Wayan Riyeg tidak tercatat ada 6 bidang tanah atas nama I Wayan Riyeg dan I Wayan Sadra.
"Malah yang diketemukan yang tercatat di dalam Buku Kepemilikan Tanah di Kawasan Kelurahan Jimbaran adalah sejumlah 37 bidang tanah seluas 46,315 hektar milik I Wayan Riyeg dan I Wayan Sadra. Dengan demikian kami tambah yakin bahwa surat-surat bukti milik para penggugat diduga kuat palsu," tandasnya.
Ketut Arta juga mengatakan bahwa para tergugat melihat surat-surat bukti yang diajukan para penggugat sebagai alat bukti dalam gugatan itu diduga palsu, yaitu surat pernyataan silsilah keluarga tanggal 11 Mei 2022 yang berasal dari silsilah keluarga I Riyeg yang dibuat pada tanggal 14 Mei 2001, Surat Keterangan Nomor: 470/101/PEM tanggal 4 Agustus 2022, serta Surat Gugatan Nomor: 50/Pdt.G/2023/PN.Dps yang dibuat oleh para penggugat berdasarkan surat-surat bukti yang diduga palsu.
"Dengan ditemukannya dugaan kuat bahwa bukti-bukti milik para penggugat yang diduga kuat palsu yang ternyata diajukan oleh para penggugat sebagai alat bukti dalam suatu perkara perdata. Pasal 138 ayat (7) dan ayat (8) HIR telah mengatur yang berbunyi: Jika pemeriksaan tentang kebenaran surat yang dimasukkan itu menimbulkan sangkaan bahwa surat itu dipalsukan oleh orang yang masih hidup, maka Pengadilan Negeri mengirim segala surat itu kepada pegawai yang berkuasa (Jaksa) untuk menuntut kejahatan itu. Perkara yang dimajukan pada Pengadilan Negeri dan belum diputus itu, dipertangguhkan dahulu, sampai perkara pidana pemalsuan surat itu diputuskan," urainya.