Denpasar, Bali Tribune
Ratusan pekerja di Denpasar menggelar aksi unjuk rasa pada Hari Buruh (May Day) untuk menuntut kesejahteraan buruh. “Kami minta hapuskan sistem kerja kontrak dan menolak upah murah,” kata koordinator aksi, I Dewa Made Rai Budi Darsana, ditemui di lokasi aksi, kawasan Bajra Sandhi Renon, Minggu (01/05/2016) .
Aksi unjuk rasa yang digelar para pekerja yang mengatasnamakan Aliansi Buruh Bali Bersatu itu juga menuntut penerapan upah minimum sektoral provinsi dan kabupaten, menghapus sistem alih daya (outsourcing) dan menolak pemutusan hubungan kerja sepihak. Menurut Darsana, pola pengupahan di Bali belum memenuhi rasa keadilan.
Pasalnya, upah buruh di sektor tertentu dikenakan rata sehingga merugikan pekerja dan pengusaha kecil dari sektor tertentu. Pihaknya mendesak agar Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 direvisi karena hanya menetapkan dua indikator penetapan upah minimum yakni berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
“Kembalikan lagi fungsi serikat pekerja dalam penentuan nilai komponen kebutuhan hidup layak,” ucapnya. Selain itu, ia juga mengkritisi peraturan outsourcing karena bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. “Buruh rentan menjadi korban dengan diterapkannya aturan ini,” ujar Darsana.
Tidak hanya itu, penerapan sistem kontrak juga banyak menimbulkan kerugian di kalangan pekerja. Pasalnya, sistem yang digunakan putus nyambung yang saat kontrak habis, perusahaan tidak mau mengubah status menjadi pekerja tetap. Data dari LBH Bali tahun 2015, lanjut dia, ada sekitar 300 pekerja yang di-PHK dengan gaji terakhir dibayar baru 80 persen.
Unjuk rasa berlangsung dengan penjagaan dari ratusan aparat kepolisian baik berseragam maupun berpakaian sipil.. Sebelum dilakukan orasi di sekitar gerbang timur Bajra Sandhi, peserta aksi melakukan long march mengelilingi kawasan Lapangan Renon dengan membawa sejumlah spanduk diiringi tetabuhan dari gong tradisional Bali atau baleganjur.ant