balitribune.co.id | Gianyar - Pantang ditiadakan, tradisi Ngerebeg di Pura Duur Bingin, Desa Tegallalang, Kecamatan Tegallalang tetap dilaksanakan, Kamis (22/10). Namun, kali ini peserta menghias wajahnya sedemikian rupa sebagai sinbol “wong Samar’ dipastikan tetap melaksanakan Protokol kesehatan yakni dengan bermasker. Pada momentum ritual penetralisir wabah penyakit ini, umat pun memohon agara Pandemi Covid-19 ini somya atau segera berlalu.
Prosesi ngerebeng kali ini pun dibatasi, mulai dari kepesertaan hingga kewajiban melaksankan prokes. Dimana, pesertanya dibatasi dengan setiap banjar hanya ikut maksimal sekitar 55 orang. “Karena kami tidak berani meniadakan tradisi ini. Namun bedanya prosesi tetap menggunakan protokol kesehatan dan upacara piodalan hanya berlangsung sehari saja,” Ungkap Bendesa Pakraman Tegallalang, I Made Jaya Kesuma.
Sama seperti sebelumnya, ritual ini diikuti oleh anak-anak sampai orang dewasa di desa setempat. Tujuannya untuk nyanggra pujawali yang akan berlangsung di Pura Duur Bingin, lantaran pandemi sehingga langsung dilaksanakan pada hari piodalan berlangsung. Ngerebeg ini dilakukan sehari sebelum piodalan di pura tersebut. Prosesi berawal biasanya diselenggarakannya pecaruan di areal pura. Setelah itu baru prosesi ngerebeg berlangsung yang menyerupai rencangan pura dan diyakini berupa wong samar mengelilingi desa dan melintasi panngkung (jalur sungai). “Pada ritual ini, kami memohon agar alam kembali normal seperti sedia kala. Dan bebas dari wabah penyakit, khususnya pandemi covid 19,” harapnya.
Sebelum pandemi mewabah, tradisi ngerebeg itu biasanya diikuti ratusan orang. Karena bukan saja dari daerah Desa Tegallalang yang ikut, tapi ada juga yang ngayah ngerebeg dari desa tetangga. Tradisi itu pun berlangsung hanya tiga sampai empat jam saja. Dimulai dari pukul 12.00 hingga pukul 15.00 dengan mengelilingi desa. Saat ngerebeg pemuda berhias nampaknya 'wong samar' dengan membawa sebuah penjor dari pohon enau dihiasi juga dengan bunga dan janur. Penjor tersebut diungkapkan sebagai bebaktan (yang dibawa) rencangan di pura tersebut saat jalan-jalan.