balitribune.co.id | Singaraja - Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng memaparkan capaian penanganan perkara korupsi dalam rangka peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2025 yang jatuh pada 9 Desember. Sepanjang Januari hingga Desember, tercatat sepuluh laporan pengaduan terkait dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) telah diterima bidang pidana khusus (pidsus) dari berbagai elemen masyarakat.
Kepala Kejari Buleleng, Edi Irsan Kurniawan menjelaskan, pemaparan ini dilakukan sebagai bentuk keterbukaan informasi kepada publik.
“Ini sebagai bentuk transparansi penanganan perkara yang dilakukan kejaksaan,” ujarnya, Selasa (9/12/2025).
Dari sepuluh laporan yang diterima, seluruhnya telah dihentikan karena tidak ditemukan unsur bukti yang cukup. Di antaranya laporan dugaan penyalahgunaan jabatan pada dana BUMDes Kubutambahan yang dilaporkan 3 Desember 2024, dugaan penyimpangan dana hibah kelompok desa Pelapuan (Busungbiu), serta dugaan penyalahgunaan dana BUMDes Desa Kalisada yang dilaporkan akhir 2024 — seluruhnya kini resmi dihentikan.
Laporan lainnya yang juga dihentikan menyangkut dugaan kasus keterlibatan Perbekel Desa Pancasari dalam skandal tanah dan proyek asing, dugaan penyimpangan dana operasional SMKN 1 Seririt tahun 2020–2022, kasus dana LPD Lumbanan, subsidi FLPP Kabupaten Buleleng tahun 2024, dugaan penyimpangan dana desa adat Dharma Jati Tukadmungga, dugaan pelanggaran direksi Perumda Pasar Argha Nayottama, serta laporan terkait pengelolaan alokasi dan dana desa di Desa Baktiseraga.
Kajari Buleleng menegaskan bahwa penghentian perkara dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan profesional.
“Kasus dihentikan karena tidak cukup bukti. Kami selalu tindak lanjuti sesuai dengan SOP yang profesional dan proporsional. Kami ada di tengah dan tidak memihak siapapun,” ujar Edi Irsan.
Ia menambahkan, kejaksaan tidak akan melanjutkan proses penyidikan jika laporan hanya terkait persoalan administrasi tanpa kekuatan hukum.
“Kami tidak berani melanjutkan bila buktinya kurang kuat, apalagi hanya berkaitan dengan administrasi. Akan berisiko saat pembuktian di persidangan,” jelasnya.
Meski dihentikan, Kajari menegaskan bahwa semua perkara tetap berpotensi dibuka kembali jika muncul bukti baru yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.