
balitribune.co.id | Denpasar - Pemerintah Provinsi Bali bersama Pemkab Badung serta instansi terkait mulai mengambil langkah tegas terhadap bangunan-bangunan ilegal yang berdiri di kawasan wisata Pantai Bingin. Sebanyak 46 bangunan liar telah masuk dalam daftar eksekusi, dengan proses pembongkaran ditargetkan rampung paling lambat bulan Juli 2025.
Menurut pernyataan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi yang ditemui disela rapat kordinasi keamanan di Gedung DPRD Bali, Senin (23/6) mengatakan, proses sudah memasuki tahap penyampaian Surat Peringatan (SP) 1 yang akan dilanjutkan hingga SP 3, dengan sebagian besar bangunan sudah menerima Surat Pemberitahuan Eksekusi (SPE).
Dewa Dharmadi mengungkapkan, salah satu kendala utama dalam proses ini adalah medan curam di sekitar lokasi, yang membuat penggunaan alat berat tidak memungkinkan. Oleh karena itu, pembongkaran juga akan dilakukan secara manual.
"Sudah kami siapkan semuanya, baik anggaran maupun metode pelaksanaan. Karena medan curam, jadi kita lakukan manual," ujar salah satu pejabat dari tim penertiban.
Yang menarik, proses penertiban ini berlangsung sepertinya tanpa perlawanan dari warga. Dari hasil verifikasi administrasi, diketahui bahwa seluruh bangunan tersebut berdiri di atas tanah milik negara dan tidak memiliki sertifikat perorangan.
"Warga menyadari posisi mereka dan tidak melawan. Mereka mengaku hanya mencoba mencari nafkah lewat pembangunan kafe atau usaha kecil, dan kami hargai sikap kooperatif ini," tambahnya.
Disebutkan, pemerintah juga telah menerima dukungan dari berbagai pihak, termasuk Pemerintah Provinsi Bali, Komisi I DPRD, dan instansi baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Semua pihak sepakat bahwa langkah ini penting untuk menjaga kelestarian kawasan wisata dan penegakan hukum tata ruang.
"Saat ini, tim masih melakukan pendalaman ulang terhadap beberapa temuan baru berdasarkan rekomendasi DPRD. Dari 46 bangunan, satu unit tersisa masih dalam proses klarifikasi dan akan segera menyusul masuk daftar eksekusi," katanya.
Sementara itu terkait pembangunan Step Up Hotel yang juga menjadi sorotan dan diduga mencaplok sepadan pantai, pihakya memastikan proses kajian ulang tengah berlanjut yang dilakukan oleh tim terpadu, tindakan ini bukanlah bentuk pengabaian terhadap rekomendasi legislatif, melainkan bagian dari proses hukum dan administratif yang harus dijalani sesuai prosedur.
“Kami tidak berniat mengabaikan apalagi menganulir rekomendasi Komisi I DPRD Bali. Tapi kami utamakan prosedur yang benar, agar tidak menimbulkan gejolak atau masalah hukum di kemudian hari,” tegas Dewa Dharmadi.