BALI TRIBUNE - Meski jumlah pengangguran menurun, kenyataannya tidak mampu memutus kemiskinan di Pulau Bali. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali merilis pada 2017 lalu, masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan sebanyak 176.480 orang atau 4,14 persen dari jumlah penduduk Bali. Namun sekitar 70 persen orang Bali yang tergolong miskin tersebut merupakan pekerja bukan pengangguran.
Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, pun mempertanyakan kenapa hal itu bisa terjadi padahal masyarakat yang miskin tersebut memiliki pekerjaan namun tidak bisa membantu meningkatkan kondisi ekonomi keluarga. Menurutnya, kebodohan dapat memicu kemiskinan, sedangkan untuk memutus kemiskinan itu dapat dilakukan dengan pendidikan.
“70 persen dari orang miskin di Bali sebenarnya bekerja bukan nganggur tetapi tetap miskin. Berarti apa ini yang terjadi? Kualitas pekerjaannya tidak benar, kan begitu kira-kira. Apa yang harus kita lakukan,” ucapnya saat rapat kerja evaluasi program/kegiatan pembangunan Provinsi Bali semester II tahun 2017 yang berlangsung di Wiswa Sabha kantor Gubernur Bali, Selasa (23/1).
Dikatakan Pastika, agar terhindar dari kemiskinan, masyarakat diminta untuk bekerja keras dan cerdas. Walaupun angka pengangguran di Bali paling rendah di tingkat nasional, kata dia tidak menjamin masyarakat bebas dari kemiskinan. “Berarti pekerjaannya tidak bermutu dan tidak cerdas. Itulah kuncinya berarti kembali ke pendidikan. Karena kebodohan itu pasti melahirkan kemiskinan. Apa yang harus kita lakukan? Bagaimana agar produknya lebih baik dan harganya lebih mahal. Mari kita pikirkan ini,” cetus Pastika.
Dia menyebutkan, di Bali ada 2 kabupaten yaitu Karangasem dan Buleleng memiliki jumlah kemiskinan terbanyak. Pihaknya pun meminta kepada pemerintah daerah setempat untuk melakukan berbagai upaya guna mengurangi kemiskinan di kawasan itu. Lebih lanjut Pastika mengatakan, terkait
rapat kerja evaluasi program/kegiatan pembangunan Provinsi Bali semester II tahun 2017 ini merupakan agenda penting terutama sebagai kepala daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah untuk mengetahui tingkat kemajuan pembangunan, tingkat serapan dan kualitas pelaksanaan APBN serta APBD provinsi juga kabupaten/kota di Provinsi Bali.
“Sebagai wakil pemerintah pusat di daerah saya berwenang dan wajib mengkoordinasikan sekaligus mengavaluasi seluruh pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan kepada seluruh pemerintah kabupaten/kota dan instansi di Bali,” imbuh Pastika. Dia memaparkan, secara umum tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan telah berjalan dengan banyak kemajuan. Namun evaluasi obyektif dan proporsional tetap sangat diperlukan, sehingga tahun 2018 ini kekurangan dan kelemahan program tersebut dapat disempurnakan.
“Tahun 2018 adalah tahun terakhir masa jabatan saya. Saya ingin memastikan target RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah) tercapai yang tentunya karena dukungan dan sinergitas para bupati/walikota melalui program pembangunan daerahnya masing-masing,” paparnya. Sementara dalam kesempatan tersebut, Wakil Bupati Karangasem, I Wayan Arta Dipa, mengatakan jika saat Gunung Agung masih dalam radius bahaya 8-10 kilometer dari puncak Gunung Agung jumlah masyarakat Karangasem yang mengungsi mencapai 70 ribu orang.
Saat ini meski radius bahaya sudah diturunkan menjadi 6 kilometer, mestinya penduduk yang mengungsi sekitar 39 ribu orang. “Tetapi sampai hari ini penduduk yang kembali hanya 8 sampai 9 ribu orang. Artinya masih cukup besar penduduk kami yang mengungsi,” bebernya. Pihaknya mengaku berkeinginan menurunkan jumlah pengungsi dan angka pengangguran, tentunya akan menghadapi kendala yang cukup besar. Namun pihaknya pun masih mempunyai harapan besar apabila Gubernur Bali bersama-sama memikirkan Karangasem ini untuk kedepan.
“Terlepas dari persoalan Gunung Agung masih banyak yang bisa kita pikirkam. Jika berbicara kemiskinan tentu kami prihatin. Selalu Karangsem dari sisi prosentase kemiskinannnya paling berat. Kami selalu berada di urutan ke 9 (jumlah kemiskinan),” terang Arta Dipa. Menurutnya, kendala infrastruktur yang menyebabkan kabupaten di Bali timur ini tidak mampu mengejar ketinggalan ekonomi.
Dia pun mengajukan usulan kepada Gubernur Bali, jika ingin mengejar ketinggalan agar dibuatkan perpanjangan Jalan By Pass Prof. Ida Bagus Mantra, yaitu Kusamba-Karangasem. “Kalau ini bisa diwujudkan dan jalan Lingkar Seraya bisa diwujudkan dengan baik tentu akan memberikan suatu kemajuan. Jika kita ingin mengembangkan ekonomi maka infrastruktur harus menjadi ukuran. Kalau ingin membangun Karangasem lebih baik, maka kita harus berbicara masalah investasi,” usulnya.