Ahli Ekowisata Beberkan Inovasi Pengembangan Wisata di Masa Pandemi | Bali Tribune
Diposting : 4 January 2021 19:44
Ayu Eka Agustini - Bali Tribune
Bali Tribune / Harini Muntasib

balitribune.co.id | DenpasarSelama pandemi Covid-19 ini sebagian besar masyarakat Indonesia sudah memanfaatkan waktu rekreasi di rumah masing-masing. Mereka yang senang memasak lebih sering mencoba resep-resep baru. Bagi yang senang tanaman lebih banyak mengoleksi berbagai jenis tanaman, khususnya daun-daunan. Sedangkan bagi yang halamannya luas semakin intensif memelihara tanaman buah-buahan. Semua kegiatan yang menjadikan kreatif ini merupakan rekreasi bagi masyarakat, walaupun tidak melakukan perjalanan.

Lama kelamaan sebagian masyarakat mulai jenuh di rumah dan ingin kembali melakukan perjalanan (traveling) ke tempat wisata di luar tempat tinggalnya, mau itu jauh atau dekat. Hal ini sebenarnya wajar, namun, mengingat penyebaran Covid-19 utamanya disebabkan faktor kerumunan, ditambah banyak orang tanpa gejala (OTG), maka masyarakat perlu solusi, berupa destinasi wisata yang "aman dari Covid" atau setidaknya peluang terpapar Covid relatif rendah.

Menurut Ahli Ekowisata sekaligus Guru Besar Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. E.K.S. Harini Muntasib, perlu adanya inovasi pengembangan wisata di masa pandemi. Inovasi wisata saat ini dan yang masih harus dikerjakan di masa mendatang adalah wisata yang sesuai dengan protokol kesehatan. 

Misalkan ada suatu destinasi wisata menarik, maka harus mulai dihitung berapa kapasitas dan daya dukung kawasan untuk setiap hari kunjungan. Pengunjung juga perlu mendaftar di website tertentu jika ingin berwisata di tempat tersebut sesuai jadwal yang ada dan kuota harian yang bisa ditampung. "Perlu juga kita pikirkan jeda dari setiap kelompok kunjungan. Pengelola dan SDM untuk pelayanan perlu memastikan diri mereka bebas Covid-19," jelasnya dalam pesan elektroniknya yang diterima Bali Tribune, Senin (4/1).

Kata dia, pemerintah daerah saat ini sebetulnya bisa mengembangkan setiap destinasi yang ada di daerahnya dengan membantu mereka melalui website atau link untuk bisa dikunjungi wisatawan. Dengan cara ini peluang berkembangnya wisata daerah bisa merata dan tidak terkonsentrasi pada suatu destinasi, asalkan di dalam pelayanan semua juga belajar untuk memberikan yang terbaik. Prinsip saat ini dalam pengembangan wisata adalah semua bisa berjalan dengan baik. Roda perekonomian berjalan, tapi tetap sesuai protokol kesehatan.

Kemudian lanjut Harini memaparkan, inovasi tempat makan dan minum wisatawan sangat penting di masa pandemi. Ini perlu didesain ulang untuk menghindari penumpukan pengunjung. Inovasinya mulai dari cara penyajian hingga jenis yang disajikan, dan tentunya aman dari penularan Covid-19. 

Selanjutnya adalah inovasi waktu berwisata. Pemerintah dan perusahaan perlu menyusun cuti yang tidak harus bersamaan di akhir pekan, di hari besar, atau di akhir tahun. Cuti karyawan perlu disebar ke berbagai waktu sehingga kerumunan sangat berkurang. "Apabila kelak kita terbiasa dengan pola ini, destinasi wisata di berbagai daerah akan selalu buka, tapi pengunjungnya tak selalu massal, melainkan sesuai kuota dan daya dukungnya. Kelebihan lain inovasi ini adalah harga wisata relatif stabil," terang Harini.

Inovasi lainnya adalah branding wisata. Branding suatu lokasi wisata yang sudah mantap sebaiknya tidak diotak-atik lagi karena itu sudah terpateri bagi para calon wisatawan. Bali misalnya, satu pulau yang mempunyai branding budaya dan modal sosial luar biasa dengan upacara adat dan kepatuhan untuk tetap menjalankan ritual agamanya, yaitu Hindu Bali. Branding wisata halal lebih cocok untuk Pulau Lombok, sehingga ini yang patut dikembangkan. "Tidak elok jika kita mengubah branding destinasi wisata yang sudah sangat dikenal, misalnya menyamakan Bali dengan Lombok atau sebaliknya," tambahnya.

Branding suatu tempat wisata hendaknya unik, khas, dan tidak ada di tempat lain. Membuat Merlion di Madiun adalah contoh branding wisata yang sangat keliru, karena Merlion adalah branding Singapura. Kata dia dalam hal ini adalah tugas pemerintah. 

Mengingat, wisata ke depannya perlu dikembangkan dengan cara sehat dan berpikir utuh, bukan hanya dari satu sudut pandang saja. Artinya, semua aspek ini perlu dipertimbangkan supaya wisata tetap berjalan sebagaimana mestinya. Jangan pernah berpikir ala "kalau menurut saya,“ tetapi berpikir dari semua aspek," katanya. 

Ia menjelaskan, pertama, aspek fisik, seperti kondisi alam Indonesia dengan keindahan lautnya, variasinya, daratan dari pinggir pantai sampai gunung. Kedua, aspek kondisi iklim, cuaca, tanah, dan air. "Kita lihat branding masing-masing destinasi wisata yang sudah berkembang dan mendunia, atau yang populer di Indonesia," sebutnya. 

Ketiga, aspek biologi, Indonesia mempunyai tumbuhan dan satwa liar terbesar ketiga di dunia. Ini aset wisata yang luar biasa. Perlu dilihat mana yang belum dikembangkan. Keempat, aspek budaya dan sosial masyarakat. Setiap keputusan harus melihat perjalanan wisata itu sampai mana, sekarang ada kendala apa, dan untuk bisa berjalan lagi itu bagaimana. 

"Nah, bagaimana musibah pandemi Covid-19 ini bisa menjadi berkah wisata? Inovasi-inovasi tersebut adalah jawabannya. Pemerintah daerah perlu memanajemen pengembangan wisata dengan kesiapan setiap destinasi, kuota atau daya dukung, serta memahami segala bentuk dan konsekuensi pengambilan keputusan. Jangan pernah promosi wisata, tapi manajemen destinasinya tidak paham.

Seluruh pelaku wisata perlu memahami pentingnya protokol kesehatan, menerapkan dengan baik, dan membuat bentuk-bentuk wisata baru yang sesuai dengan itu. Ia menuliskan, sudah saatnya membuang jauh-jauh prinsip berebut wisatawan. Justru sekarang waktunya daerah saling berbagi wisatawan, dalam artian ketika sebuah destinasi sudah melebihi kapasitas wisata berdasarkan protokol kesehatan, maka perlu membagi wisatawan ke destinasi lainnya. Apabila fasilitas atau pelayanan destinasi di sebelah kurang memadai, maka perlu kerja sama dengan destinasi yang lebih siap.

Pandemi Covid-19 ini mengajarkan pelaku wisata, destinasi, juga pihak-pihak yang mendukung untuk saling bekerja sama, bukan bersaing dan saling menjatuhkan. "Bila hal ini dapat dilaksanakan, alangkah luar biasa pendapatan negara kita dari sektor pariwisata. Tidak ada yang terlalu unggul, melainkan semua mendapatkan kesempatan sama," tutupnya.