NGABEN masal kini semakin mentradisi di kalangan umat Hindu di Bali. Dalam pelaksanaannya, diikuti oleh puluhan hingga ratusan warga yang memiliki jenasah kubur. Namun berbeda halnya dengan pelaksanaan ngaben masal di sejumlah desa di Gianyar mulai bulan Juli hingga Agustus mendatang. Sarana kremasi berbagai jenis patung Lembu, Singa dan lainnya, ditampilkan beragam dan kreatif. Sehingga menjadi tontonan yang mendapat perhatian masyarakat dan wisatawan.
Demkian halnya Pelaksanaan Ngaben Massal di Desa Pakraman Ubud yag diikuti oleh 94 warga yang tersebar di tiga Banjar adat, Sabtu (16/7). Beragam gaya patung petulangan ditampilkan, sebagai persembahan terakhir kepada keluarga yang mendahukuinya. Seperti patung singa dengan gaya mencekram yang digarap keluata I Made Suweca. Selain tampilannya unik, Patung Singa yang dipersembahkannya juga menyedot perhatian. Meski, momentum ini lebih dijadikan sarana untuk mengekpresikan ide kreativitasnya yang terbaik untuk dipersembahkan kepada leluhur.
Bersanding dengan puluhan patung lainnya, prosesi ngaben massal ini menjadi tontonan warga dan wisatawan. Karena terdiri dari beragam jenis patung. Seperti patung lembu putih, lembu hitam, dan singa berbagai ukuran dan kreasi hiasan. Patung ini diarak dari berbagai arah menuju kuburan setempat.
Dengan sorakan penuh kebersamaan, sesekali patung diarak dengan beragam gerakan. Gerakan ini juga cukup efektif untuk menghilangkan keletihan warga yang mengarak. . Arakannya lebih teratur dengn panduan anggota keluarga dan kerabat yang ditinggalkan.
Hingga di kuburan, patung-patung itu dibongkar untuk menempatkan jasad. Jasad yang sudah dimasukan ke dalam perut patung, sebelum di bakar terlebih dahulu dipercikan tirta pengantar.
Dalam proses kremasi, patung-patung ini diyakini akan mengantarkan atma jenasah menuju alam sorga. Dengan harapan nanntinya sang leluhur yang diupacarakan, kembali berinkranasi ke dunia dan kembali menjadi bagian keluarga merek terbaru.
Sementara itu, selama proses pembakaran wisatawan juga belum beranjak. Karena tontonan ritual seperti ini memang jarang dapat dijumpai.
Bendesa Agung Pakraman Ubud, Tjokorda Raka Khertyasa, mengungkapkan upacara pengabenan yang dilaksanakan empat tahun sekali, tahun ini untuk pertama kalinya ini juga dirangkai upacara pangastian. Menyesuaikan kesepakatan krama dan peserta pangabenan kinembulan, ngaben missal atau Kinembulan ini diikuti oleh 94 sawa. Terkait dengan biaya pelaksanaan pengabenan kinembulan, dipastikan lebiah murah. Karena, selain keluarga peserta pengabenan, seluruh krama yang ada di tiga banjar juga wajib membantu melalui patus dan membantu seluruh persiapan. Mulai dari kelengkapan banten yang dilakukan krama istri sampai sarana lainnya yang dikerjakan krama lanang.