balitribune.co.id | Denpasar – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi pada bulan November ini merupakan puncak terjadinya cuaca ekstrem di Bali. Bencana yang dapat ditimbulkan seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi hingga tsunami perlu diwaspadai. Terutama di wilayah Bali bagian tengah dan selatan yang juga akan mengalami potensi hujan tinggi.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati di Denpasar, Senin (9/11) mengatakan, terjadinya anomali suhu air laut di Samudera Pasifik sejak September lalu mengakibatkan adanya udara basah di wilayah Indonesia. Sehingga curah hujan meningkat 20% hingga 40%.
Di Bali terjadi peningkatan curah hujan mencapai 50% yang berpotensi hujan tinggi di Bali tengah dan selatan pada November hingga Desember. Hal tersebut dapat menimbulkan terjadinya bahaya banjir, tanah longsor yang perlu diwaspadai. Selain cuaca ekstrem, BMKG juga mencatat ada peningkatan jumlah gempa di Indonesia sejak 2017.
Menurut dia, dari sekitar angka 7.000 per tahun sampai 11.500 gempa di tahun 2019 lalu, gempa ini akan berpengaruh terhadap potensi terjadinya tsunami terutama di Bali bagian selatan. Namun demikian Bali dinilai sudah memiliki mitigasi bencana yang baik terutama di Kabupaten Badung dan Denpasar.
"Hal ini dapat dilihat dari persiapan dan jalur-jalur evakuasi yang sudah dibuat. Dimana hotel berbintang di sepanjang Pantai Sanur dan Kuta sudah banyak tersertifikasi (Kesiapsiagaan Bencana-red), dan bangunannya tahan gempa sehingga bisa digunakan sebagai shelter evakuasi jika terjadi gempa dan tsunami," ungkap Dwikorita.
Ia melanjutkan, dari hasil monitoring pengaruh fenomena La Nina juga berdampak terhadap perubahan cuaca ekstrem di Bali yang puncaknya terjadi pada November ini. Perubahan dapat dirasakan dari kondisi yang semula kering seketika berubah menjadi hujan yang sangat lebat.