BALI TRIBUNE - Berbagai atraksi budaya tidak pernah ada surutnya jadi perhatian sejumlah turia yang datang ke Bali. Khususnya bagi wisatawan asal Korea dan Taiwan yang mulai meningkat kunjungannya ke Bali.
Pantauan koran ini pada atraksi tari kecak di Uluwatu, kendati dalam keadaan diguyur hujan deras sejumlah wisatawan khususnya dari Korea Selatan dan Taiwan tetap serius menyaksikan dengan dibalut mantel.
Beberapa wisatawan lainnya juga nampak dengan berebut payung saling berhimpitan. Sementara puluhan wisatawan lainnya duduk santay dengan baju mantel tang dikenakan menyaksikan sajian tarian kecak.
Data dari Pariwosata untuk wisman dari Korea Selatan tumbuh 23,05 persen atau menjadi 168.181 kunjungan pada periode 2017. Pada periode kemarin wisman Tiongkok menempati posisi kedatangan terbesar disusul Autralia, India, Jepang, Inggris, Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Korea Selatan Malaysia dan lainnya.
Kepala Dinas Pariwisata Daerah Bali, Anak Agung Gede Yuniartha Putra memperkirakan jumlah kedatangan wisman ke Pulau Bali sepanjang tahun 2017 sebanyak 5,8 juta kunjungan.
Menurut Yuniartha meningkatnya kunjungan wisman ke Pulau Seribu Pura ini pada 2017 lalj dikarenakan tingginya kedatangan wisman dari Tiongkok. "Sebelum erupsi Gunung Agung, China datangnya banyak. Pesawat yang datang ke sini dari China kurang lebih ada 6 ditambah Garuda Indonesia ditambah airline yang lain mengambil pasar China karena yang keluar negeri cukup besar 130 juta orang, kemudahan free visa dari kita salah satu penyebab peningkatan kunjungan wisman," papar Yuniartha pada kesempatan sebelumnya.
Pihaknya berharap pada 2018 ini jika bandara tetap beroperasional dan tidak terkena dampak erupsi Gunung Agung akan terjadi kenaikan kunjungan wisman ke Bali hingga 16 persen atau menjadi 6,5 sampai 7 juta kunjungan dibandingkan tahun 2017. "Setelah travel warning dari Pemerintah China, kita kehilangan kedatangan wisman China per hari sebanyak 2-3 ribu orang. Tapi kehilangan kedatangan wisman China ini ditutupi oleh peningkatan kedatangan wisman Australia dan India," ungkap Yuniartha.
Namun untuk tahun ini pihaknya akan tetap menggenjot promosi pariwisata ke sejumlah negara potensial termasuk Australia, China, Eropa dan negara Asia lainnya. "Promosi harus kita lakukan sesuai pangsa pasar yang masuk ke Bali. Kalau pangsa pasarnya tidak ada ke Bali, saya tidak mau (promosi ke negara tersebut)," tegasnya.
Sementara itu Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan jika saat Natal dan akhir tahun 2017 (peak season) okupansi hotel-hotel di kawasan Bali Selatan rata-rata mencapai 75 persen bahkan ada beberapa hotel mencapai 100 persen. Namun kondisi okupansi atau tingkat hunian kamar hotel di Kabupaten Karangasem masih diangka 20 persen.
"Dibeberapa hotel di Karangasem ada dibawah 20 persen. Turunnya okupansi karena ada kekhawatiran wisatawan berwisata ke Karangasem. Hotel di kawasan rawan bencana hanya di Tulamben saja tapi Candi Dasa kan tidak. Candi Dasa market potensialnya Eropa dan Australia terutama yang usia lanjut," terangnya yang akrab disapa Cok Ace.
Okupansi hotel berbintang di Kabupaten Karangasem terpantau anjlok sejak November 2017 dengan rata-rata 28,44 persen. Padahal okupansi pada Oktober 2017 mencapai 49,43 persen.