
balitribune.co.id | Singaraja - Akhirnya Tim Eksekutor Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng berhasil melakukan jemput paksa terhadap dua terpidana dalam kasus penodaan Nyepi Sumberklampok 2023 lalu. Penjemputan paksa yang berlangsung dramatis terhadap terpidana Acmat Saini (52) dan Mokhamad Rasad (57) dilakukan oleh aparat gabungan dari Kejari Buleleng dan Polres Buleleng, Senin (14/4).
Melalui operasi subuh berlangsung pada pukul 03.30 wita dini hari dan berhasil membawa keduanya memasuki kendaraan yang telah disiapkan.
Hanya saja saat dilakukan penjemputan sempat terjadi insiden berupa perlawanan warga yang menolak dilakukan eksekusi. Bahkan salah satu warga ditabrak mobil aparat karena dianggap menghalangi upaya penjemputan paksa. Tidak itu saja, tiga sepeda motor milik warga juga rusak akibat ditabrak mobil aparat.
“Pintu rumah didobrak, jendela di congkel dan keduanya diambil paksa bahkan sempat diseret. Keduanya ditangkap seperti teroris. Warga yang ikut menghadang jalannya penangkapan itu ditabrak mobil aparat dan mengalami luka-luka,” ungkap warga setempat.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Buleleng, I Dewa Gede Baskara Aryasa membenarkan penjemputan paksa itu.
"Keduanya langsung dibawa ke Lapas Singaraja untuk menjalani hukuman berdasar putusan pengadilan," ujarnya.
Saat penjemputan pihaknya membentuk dua tim gabungan dengan Polres Buleleng. Satu tim menjemput Acmat Saini dan yang satu menjemput Mokhamad Rasad.
"Tim gabungan dibagi menjadi dua tim. Tim pertama mengeksekusi Saini dan tim dua mengeksekusi Achmad Arsad," ucapnya.
Selama ooerasi penjemputan berlangsung dengan baik dan lancar hingga terpidana berhasil dimasukkan ke Lapas.
Sementara itu, Anggota DPRD Buleleng H. Mulyadi Putra menyayangkan aksi kekerasan yang dilakukan aparat saat menangkap Acmat Saini dan Mokhamad Rasad. Ia menyatakan mestinya aparat melakukan penegakan hukum dengan cara elegan tanpa dilakukan melalui jalan kekerasan. Terlebih kasus tersebut sangat sensitif dan berpotensi memantik peristiwa lain jika dilakukan dengan cara kurang humanis.
“Saya sayangkan ada kekerasan dalam upaya paksa penangkapan terhadap warga Sumberklampok. Mestinya aparat lebih bijak menggunakan pendekatan yang lebih baik,” ujar politisi PKB ini.
Sebelumnya, Kejari Buleleng melakukan upaya pemanggilan hingga tiga kali kepada dua terpidana dalam kasus penodaan agama saat Nyepi 2023 lalu.
Rencana ekesekusi berdasar putusan dari Mahkamah Agung (MA) menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Denpasar, yang menjatuhkan hukuman penjara selama 4 bulan kepada 2 orang warga Desa Sumberklampok itu. Keduanya membuka portal pintu menuju Pantai Segara Rupek di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) saat Nyepi 23 Maret 2023 silam.
Rencana eksekusi sempat memantik pro kontra dengan adanya dua kubu dalam menyikapi kasus itu. Selain dari warga Desa Sumberklampok didukung tokoh-tokoh masyarakat menolak dilakukan eksekusi.
Bahkan, penolakan juga datang dari sejumlah ormas-ormas Islam di Kabupaten Buleleng. Diantaranya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buleleng, PC Nahdlatul Ulama (NU) Buleleng dan PD Muhammadiyah Buleleng. Tak kurang sebanyak 15 ormas bersurat ke Kejaksaan Negeri Buleleng yang meminta agar tidak dilakukan ekesekusi dengan pertimbangan putusan pengadilan serta stabilitas kawasan.
Menariknya, Perwakilan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali yang dipimpin oleh Putu Wirata Dwikora, S.H. bersama Tim Kuasa Hukumnya, I Made Sukayasa, S.H., Dimas Raharja, S.H., M.H., dan sekitar 10 orang lainnya sempat mendatangi Kejaksaan Negeri Singaraja agar segera dilakukan eksekusi.