BALI TRIBUNE - Meraknya penggunaan air permukaan dan air bawah tanah (ABT) secara illegal oleh sejumlah pengusaha di Jembrana hingga munculnya keluhan masyarakat, akhirnya disikapi oleh Pemerintah Daerah. Tim Gabungan Pemprov Bali dan Pemkab Jembrana, Rabu (17/5), turun langsung untuk mengecek penggunaan ABT oleh para pengusaha.
Saat melakukan sidak dan penyisisran terhadap perusahaan tambak yang ada di Kabupaten Jembrana itu, tim yang terdiri dari Sat Pol PP Provinsi Bali dan UPT Dinas Pendapatan Provinsi Bali serta Sat Pol PP Kabupaten Jembrana itu mendapati hampir sebagian besar perusahaan tambak besar menggunakan AP dan ABT namun diantaranya belum mengantongi ijin pengolahan air permukaan dan air bawah tanah.
Seperti di salah satu tambak di Lingkungan Awen, Kelurahan Lelateng dan Banjar Kombading, Desa Pengambengan, Negara yang disasar kemarin diketahui belum dapat menunjukkan dokumen izin. Dari keterangan pengelola keenambelas tambak yang ada di Kabupaten Jembrana saat dilaksankan sidak tersebut, justru empat tambak yang beroprasi dan berproduksi sejak lama didapati tidak memiliki dokumen perijinan apapun termasuk ijin penggunaan air permukaan dan air bawah tanah. Atas temuan pelanggaran perda tersebut, Sat Pol PP Provinsi Bali akan mengambil tindakan dengan memanggil pengusaha tambak yang membandel tersebut.
Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban (Trantib) Sat Pol PP Provinsi Bali, Dewa Dharmadi menyatakan empat perusahaan tambak yang ada di Jembrana yang tidak memiliki ijin penggunaan air permukaan dan air bawah tanah tersebut melanggar Peraturan Gubernur Provinsi Bali nomor 61 tahun 2016 tentang Besaran Nilai Perolehan Air Permukaan dan Tata Cara Pembayaran, Penagihan dan Penyetoran Pajar Air Permukaan serta melanggar Perda Provinsi Bali nomor 8 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah.
Pihaknya mengarahkan perusahaan tersebut untuk melengkapi perijinannya karena sesuai dengan peraturan tersebut, penggunaan air permukaan dan air bawah tanah harus melengkapi izin. Kendati dari data yang telah terdaftar di Balai Sungai Bali Penida tercatat ada 14 daftar Wajib Pajak AP di Jembrana. Namun dari pengecekan yang dilakukan tim gabungan justru ditemukan masih ada beberapa usaha yang tidak masuk daftar namun telah membayar pajak AP.
Ia mengaku sidak yang dilaksanakan tersebut untuk menghindari kebocoran pendapatan dari Pajak baik AP maupun ABT yang ada di Jembrana. Dikatakannya, tambak merupakan salah satu sektor yang berpotensi terkait Pajak tersebut karena ada yang menggunakan AP dan ABT kendati juga menurutnya memang ada beberapa tambak yang menggunakan air payau (air laut) dan tidak termasuk pada ketentuan tersebut.
Penggunaan ABT dan AP illegal tersebut diakuinya bermula dari adanya laporan dmasyarakat yang kini mengalamiu kekeringan dan kesulitan air bersih akibat adanya eksploitasi ABT oleh perusahaan tambak sehingga harus dipastikan perijinannya. Pihaknya juga melibatkan Satpol PP Kabupaten sehingga bisa ditindaklanjuti di tingkat Kabupaten terlebih saat ini Pajak ABT menjadi kewenangan Kabupaten. Sejumlah usaha yang mengambil air bawah tanah (ABT) misalnya hotel, pabrik, villa maupun usaha lain wajib memiliki izin dan membayar pajak ABT yang semestinya bisa menjadi potensi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pihaknya berharap Satpol PP Kabupaten bisa menyesuaikan terkait perda AP dan ABT tersebut.