Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Fenomena Tokoh ala Novel Baswedan

Bali Tribune/ Wayan Windia
Oleh Wayan Windia
 
Bagi saya, Novel Baswedan adalah seorang tokoh sejati. Saya tidak pernah mengenalnya. Tetapi berita-berita pers menyadarkan saya, bahwa Novel sejatinya adalah seorang pribadi yang lurus dan kukuh. Sebenarnya, saya adalah juga seseorang yang telah lama malang melintang dalam dunia sosial. Tetapi saya merasa kecil sekali, dan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pribadi Novel Baswedan.
 
Saya merasa, bahwa saya adalah juga seorang pribadi yang keras-kepala. Tetapi terkadang saya juga suka menyerah dalam dunia realitas. Novel barangkali adalah juga fenomena seseorang yang jujur dan keras kepala. Kalau ia sudah meyakini sebuah kebenaran, maka ia akan jalankan dengan penuh keyakinan. Ia akan berjalan lurus, tanpa henti. Bagaikan kuda penarik bendi, yang tak sudi menoleh ke kiri dan ke kanan.
 
Saya mulai mengenal Novel di koran, ketika terbuka kasus, bahwa ia adalah pribadi di balik para penyidik KPK, yang mengantarkan Irjen Pol. Djoko Susilo ke bui. Pers mencatat bahwa kasus ini adalah satu-satunya kasus, di mana seorang jenderal aktif, yang sedang memegang jabatan, harus masuk bui. Berita pers kala itu terasa menggelegar dan hiruk pikuk.
 
Kelanjutannya, mulailah diungkit kasus-kasus Novel ketika ia masih menjadi penyidik di Polda Lampung. Dan masih banyak lagi. Sampai-sampai Jokowi harus angkat bicara. Kemudian kasus tentang Novel menjadi reda. Pada saat itu, saya juga merasakan, seperti adanya rekayasa kasus. Kok kasus Novel mulai diungkit-ungkit ketika sang jenderal masuk bui. Padahal kasus itu sudah puluhan tahun berlalu. Wacana di masyarakat, termasuk di kalangan kampus, merasakan bahwa kasus yang dikenakan Novel terasa sebagai kasus balas dendam.
 
Klimak dari kasus Novel adalah, tatkala di suatu subuh, ia disiram air keras. Sebelah matanya harus siap menjadi buta. Berita pers kembali menggelegar. Jokowi kembali angkat bicara. Bahkan Jokowi memutuskan  bahwa negara membiayai semua biaya pengobatan mata Novel Baswedan. Lalu kasus Novel menjadi bahan perdebatan di ranah publik. Jokowi kembali turun  tangan.
 
Jokowi memberikan ultimatum kepada beberapa kapolri yang baru dilantiknya.  Waduh, ternyata terungkap bahwa pelakunya adalah juga dari kalangan polisi. Banyak yang menduga bahwa palakunya adalah pion. Tetapi master intelektualnya, tampaknya tidak (akan) pernah terungkap.
 
Terus terang, saya sangat bersedih menyaksikan Novel yang setengah buta. Ia sendiri mencurigai oknum master intelektualnya. Tetapi ia juga sadar bahwa kasus-nya tidak akan terbuka tuntas. Ia juga curiga, kenapa bukti-bukti khusus yang dianggap penting oleh Novel (Sang Penyidik Kasus) di KPK, sudah lenyap. Saya merasa yakin, bahwa kasus Novel adalah permainan kelas tinggi yang solid. Bahkan Presiden Jokowi berkali-kali merespon kasus Novel itu, tetap saja semuanya tak berkutik. Pihak Kapolri waktu itu, hanya memperlihatkan gambar-gambar khayalan tentang pelakunya.
 
Kasus Novel yang terbaru adalah, bahwa ia dan 74 kawan-kawannya, ternyata tidak lolos dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk menjadi ASN di KPK. Novel mengatakan bahwa sikap tegasnya di KPK adalah untuk kepentingan bangsa dan negara. Saya tidak tahu, bagaimana orang-orang menjabarkan sebuah indikator tentang wawasan kebangsaan. Bagi saya, wawasan kebangsaan adalah sebuah wawasan di mana seseorang siap berkorban untuk bangsanya, dan mementingkan bangsa-nya dibandingkan dengan kepentingan pribadi dan kelompok-nya.
 
Saya yakin dengan sikap Novel Baswedan dalam menjawab TWK. Bahwa jawaban-jawabannya dalam test itu, pasti tanpa tedeng aling-aling.  Tampaknya ia juga tidak perduli. Pokoknya sikap Novel Sang Penyidik Kasus Korupsi (SPKK) yang selama ini yang dianggapnya benar, dinyatakan dengan sejujurnya. Ternyata hal itu membawa “petaka” bagi kaiernya ke-penyidikannya. Tampaknya hal itu tidak diperdulikannya.
 
Namun sepertinya, ia tidak akan menyerah. Perlawanan (hukum) akan terus dilakukannya. Ia mengatakan bahwa, ia tidak mempermasalahkan apakah ia lulus atau tidak pada skrining TWK. Namun ia mempersoalkan tentang kasus pelaksanaan TWK sebagai alat skrining bagi staf KPK tsb. Sepertinya, ia dan keluarganya telah siap untuk hidup miskin, dan bahkan untuk tidak memiliki apa-apapun. Tetapi ia enggan untuk tidak memiliki harga diri.
 
Harga diri adalah harga pada pribadi seseorang, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kalau dalam pemilu diberikan Rp.200.000 per orang untuk mencoblos seseorang, maka hanya sekianlah nilai harga dirinya. Untuk Novel, harga dirinya, tampaknya tak ternilai harganya. Ya, semuanya adalah pilihan sikap. Apakah ia tipe orang yang idealistis atau realis-pragmatis.
 
Dalam menyimak kasus-kasus seperti ini, saya selalu teringat bahwa memang seperti inilah kiranya sebuah era yang disebut dengan Zaman Kaliyuga. Atau dalam bahasa yang lebih popular, disebut dengan era filsafat Penjor. Batang yang lurus harus di benam, sedangkan batang yang bengkok bahkan harus dihias dan dipamer-pamerkan.
 
Era Kaliyuga adalah sebuah era yang sudah berlangsung sejak lk 3000 tahun sebelum Masehi. Yakni tatkala Parikesit mulai berkuasa, sebagai penerus Kerajaan Pandawa. Ada juga spritualis yang mengatakan bahwa zaman ini adalah zaman transisi menuju Kertayuga.
 
Tampaknya memang beginilah fenomena era Kaliyuga itu. Korupsi merajalela. Konflik meralajela. Semua orang mengaku paling benar. Dasar negara diselewengkan pelaksanannya. Orang-orang yang bersih dan jujur dalam negara, disingkirkan dengan segala tehnik dan cara. Nyaris tidak ada negarawan. Yang ada hanyalah kaum politikus. Nyaris tidak ada pemimpin. Yang ada hanyalah para pejabat. Kepentingan kaum politikus adalah, hanya agar ia terus terpilih kembali memegang tapuk kekuasaan/pemerintahan. Nyaris tidak ada nurani untuk keberlanjutan dan kepentingan bangsa. Untuk mengatasi semuanya itu, hanya doa-doa yang tulus yang menjadi obatnya.***
 
*) Penulis, adalah Guru Besar pada Fak. Pertanian Unud, dan
Ketua Stispol Wira Bhakti Denpasar.
wartawan
Redaksi
Category

“Sandyagita Bali Beli-Ne" Suara Kritis Rakyat Melalui Harmoni Seni

balitribune.co.id | Negara - Seni adalah medium paling jujur untuk menyuarakan hati nurani, dan PKB ke-47 Tahun 2025 menjadi ruang sebuah pertunjukan yang lebih dari sekadar hiburan. Parade Gong Kebyar Wanita Duta Kabupaten Jembrana, diwakili oleh Sekha Gong Istri Dharma Laksana, dengan sebuah garapan yang tak hanya indah, tetapi juga berani memukau penonton yang memadati Panggung Ardha Candra, Art Center Denpasar pada Selasa (8/7).

Baca Selengkapnya icon click

TKA Berpotensi Ancaman Bagi Tenaga Kerja Lokal

balitribune.co.id | Negara - Di tengah pesatnya persaingan global dan terbukanya peluang investasi, Tenaga Kerja Asing (TKA)  menjadi salah satu ancaman bagi tenaga kerja lokal. Tak mau kecolongan, daerah seperti Kabupaten Jembrana mulai serius mengantisipasi masuknya TKA ke wilayahnya dengan merancang regulasi yang komprehensif.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Gubernur Koster Pastikan Perbaikan Jalan Jebol di Tabanan Berjalan Cepat

balitribune.co.id | Denpasar - Gubernur Bali, Wayan Koster, menyatakan bahwa perbaikan jalan nasional yang rusak akibat hujan deras di Bali ditargetkan rampung dalam waktu maksimal tiga minggu. Hal ini disampaikan usai menghadiri Rapat Paripurna ke-22 dan ke-23 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2025 di DPRD Bali, Rabu (8/7).

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Gelar HMC 2025, AHM Gali Bakat Ribuan Modifikator Tanah Air

balitribune.co.id | Jakarta - PT Astra Honda Motor (AHM) kembali menghangatkan dunia modifikasi Indonesia melalui gelaran modifikasi sepeda motor terbesar yakni Honda Modif Contest (HMC) 2025. Hadir lebih dari satu dekade, gelaran tahun ini menjadi wadah bagi sekitar 1.200 modifikator yang tersebar di seluruh Indonesia akan menuangkan hasil karyanya di atas sepeda motor Honda.

Baca Selengkapnya icon click

Diduga Langgar Tata Ruang, Satpol PP Setop Pembangunan Vila di Beraban

balitribune.co.id | Tabanan – Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP Tabanan menyetop proyek pembangunan vila di Banjar Batugaing, Desa Beraban, Kecamatan Kediri karena diduga melanggar aturan tata ruang.

Bahkan, penghentian aktivitas proyek tersebut sudah dilakukan sejak 2023 lalu lantaran pihak pemilik tidak bisa menunjukkan izin. Namun, belakangan ini, aktivitas proyek di lahan sawah dekat objek wisata Tanah Lot itu berlanjut lagi.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.