BALI TRIBUNE - Kegelisahan menyelimuti para pengusaha lokal yang tergabung dalam Gabungan Rumah Potong Unggas (Garpu) Bali terkait sulitnya mendapatkan ijin atau rekomendasi pengadaan ayam potong di Bali. Hal itu diungkapkan Ketua Garpu Bali, Sang Putu Sudarsana ketika mendatangi Dinas Peternakan Provinsi Bali bersama beberapa anggotanya untuk mengadukan hal itu.
Sayangnya, Kadis Peternakan, Putu Sumantra, tidak ada di tempat. Dan menurut petugas yang menerima rombongan Garpu, petugas beralasan jika yang bersangkutan (Kadisnak, red) sudah pulang, apalagi Jum’at hari kerjanya pendek, kata petugas Disnak beralasan. “Sebenarnya tujuan kedatangan kami untuk meminta keadilan dari pemerintah terkait pengadaan ayam potong di Bali. Jadi kami tidak ingin adanya keberpihakan dinas pada satu kelompok tertentu dalam memberikan rekomendasi atau ijin, tapi rupanya kadis sudah pulang, padahal di papan kehadiran tertera Kadis dan Sekitarnya masih ditempat,” ujar Sudarsana dengan mimik kecewa, karena tidak berhasil menemui Kadisnaker, Jumat (4/8).
Apa yang disampaikan Sudarsana bukan tanpa alasan, pasalnya selama ini disinyalir rekomendasi pengadaan ayam potong di Bali dimonopoli oleh satu kelompok, ini jelas jelas memberatkan kelompok lain yang ingin juga berusaha. Disebutkan, langkah yang diambil Kadisnak dengan memberikan rekomendasi pada satu kelompok dianggap kurang tepat. “Kami ini pengusaha lokal yang juga ingin hidup dan berusaha, jangan sampai ada monopoli, pemerintah sebagai stakeholder jangan malah ikut mempersulit. Kalau tidak ke pemerintah kemana lagi kami mengadu,” tukasnya sembari menambahkan jangan sampai pihaknya selalu dijadikan kambing hitam, bahkan dianggap sebagai biang kerok rusaknya pasaran.
Disebutkan Sudarsana, persoalan yang dihadapi anggota yang tergabung dalam Garpu Bali antaranya, sulitnya mendapatkan ijin pasokan daging, sulitnya mendapatkan rekomendasi karena harus melalui pihak lain diluar Disnak, sulitnya menetapkan harga daging jika pasokan kurang. “Mestinya pemerintah dalam hal ini memudahkan dengan membuka ruang seluas luasnya bagi pengusaha lokal, jangan lantas menyerahkan kepada pihak lain, dimana keadilan bagi kami ini. Akibat adanya monopoli ini, kami kekurangan pasokan harga melambung, kami disalahkan. Biasanya harga dikisaran 17 ribu hingga Rp18 ribu, sekarang mencapai Rp24 ribu. Dan itupun harga dikandang. Harga dipasaran akhir akhir ini mencapai Rp 40 ribuan, harusnya Rp 30 ribuan dan ini kami disalahkan,” tukasnya.
Dengan adanya kenaikan harga daging ayam dipasaran jelas sangat merugikan masyarakat secara umum, pasalnya pasokan kurang, harga melambung, inflasi bisa terbentuk. Pihaknya menginginkan adanya kesetaraan dengan yang lain, jangan ada monopoli, dan jangan sampai ada dampak yang lebih luas lagi di masyarakat. “Prinsipnya yang kami inginkan adanya kesetaraan dalam pengelolaan ayam potong, kalau yang lain diberikan ijin kami juga, yang lain bisa import, kami juga, jadi tolong jangan kami dihalang halangi dengan monopoli usaha,” sebutnya.
Ia berharap dengan adanya rekomendasi itu, paling tidak Disnak memainkan perannya sebagai perwakilan pemerintah yang hadir dalam dunia usaha, bukan lantas ikut mempersulit. Justru yang membuat heran pihaknya, kewenangan pihak yang diberikan kuasa mengeluarkan rekomendasi melebihi kewenangan pemerintah. “Kalau begini lantas dimana wibawa pemerintah, kenapa mesti diserahkan kepada pihak lain rekomendasi itu. Kan seolah olah Kadis itu ada dibawah oknum tersebut,” sentil Sudarsana yang diamini anggotanya.
Menurutnya sebenarnya banyak persoalan yang pada akhirnya akan mencuat kepermukaan apabila Disnak tidak mengambil langkah langkah strategis terkait polemik yang membelit para pengusaha ataupun peternak, jadi katanya pihaknya menginginkan sinergitas serta penyelesaian persoalan ini secara komprehensif dari Dinas Peternakan Provinsi Bali, caranya dengan duduk bareng mencarikan solusinya. “Kita inginkan solusi dan sinergitas dalam menyelesaikan persoalan ini secara komprehensif. Ingat, Bali daerah tujuan pariwisata kita jaga sampai ada gejolak,” pungkasnya. Sedangkan dari tempat lain, Kadisnak yang coba dihubungi melalui selulernya ataupun melalui pesan singkat untuk dimintakan konfirmasi terkait persoalan ini belum memberikan jawabannya.