Diposting : 13 August 2019 20:52
Djoko Moeljono - Bali Tribune
balitribune.co.id - Panitia Sanur Village Festival (SVF) XIV, Jumat (9/8) lalu, menggelar “Dialog Budaya Dharmaning Gesing” yang membahas soal bambu dan menghadirkan Popo Danes, Dr PK Diah Kencana, Ayip Budiman, dan Dr Tjokorda Gde Raka Sukawati, sebagi narasumber.
Peneliti bambu Universitas Udayana (Unud) Dr PK Diah Kencana mengatakan, dari sekitar 1.600 jenis bambu di dunia, 160 di antaranya berkembang di Indonesia dan 40 jenis berada di Bali. “Sayangnya, pemanfaatan bambu belum merupakan prioritas ilmu pengetahuan, teknologi, maupun kebijakan pemerintah,” katanya.
Saat ini permintaan ekspor rebung bambu masih sulit dipenuhi, padahal jumlahnya rata-rata mencapai 4.500 ton per tahun ke Jepang, Taiwan, Kanada, Korea, Hong Kong, dan sebagainya. Bambu sebagai sumber pangan ini menjadi fokus penelitian dan ditularkan kepada sejumlah petani bambu melalui pendampingan di berbagai daerah baik di Bali, Jawa, dan Lombok.
Beberapa produk turunan bambu, khususnya dari jenis tabah, di antaranya asinan rebung, asap cair untuk pengawet organik, arang dan briket sebagai sumber panas, teh daun bambu, es krim. Diah Kencana terus melakukan inovasi, termasuk kemasan rebung yang mampu bertahan lama agar mudah diolah menjadi bahan lumpia, kare, urap, sate, plecing, tum, dan lain-lainnya.
Ia juga mengupayakan agar para petani bambu membentuk koperasi agar bisa meningatkan kesejahteraaan melalui pemasaran bambu dan pengembangan produk untuk masker, penyaring udara, penjernih air, bahan handuk, termasuk berbagai jenis kerajinan.
Pengelola Rumah Sanur Ayip Budiman, yang pernah menjadi kurator produk bambu untuk Chiangmai Design Week Thailand 2017 lalu menuturkan, perlunya transformasi nilai-nilai tradisi secara bertanggung jawab untuk pemenuhan gaya hidup. Misalnya, sejumlah perangkat berbahan bambu yang mendapat respons pasar internasional seperti sepeda, gitar, biola, perangkat makan, furniture, dan sebagainya.
Sang arsitek Popo Danes menambahkan, bambu yang dipersiapkan dengan benar memberikan kekuatan dalam jangka waktu lama untuk bangunan. Seperti, sejumlah rumah hunian dan komersial yang dibangun di dalam dan luar negeri lebih dari 30 tahun masih berfungsi dengan baik hingga kini.
Dalam sejumlah rancangannya Popo Danes menggunakan bahan bambu dengan mengadopsi arsitektur tradisional Bali, Jawa, dan Sumba, baik untuk rangka, dinging, dan bahkan lantai seperti di Lelewatu Resort Sumba. “Tentu, dikombinasi dengan bahan modern baik secara fungsi dan memenuhi tuntutan kegunanya,” ujarnya.
Budayawan Tjokorda Gde Raka Sukawati berbagi pengalamannya sebagai undagi dalam menyiapkan berbagai perangkat upacara, seperti pelebon (ngaben) besar yang dilaklukan di Puri Ubud. Ia mencontohkan, pembuatan bade setinggi 30 meter, berat 19 ton yang sekitar 90% berbahan bambu.
Sementata itu, Ketua Umum Sanur Village Festival IB Gde Sidharta Putra menjelaskan, upaya menggali dan memuliakan bambu ini merupakan bagian dari menerjemahkan tema Dharmaning Gesing dalam festival ke-14 yang akan digelar di Pantai Matahari Terbit, 21-25 Agustus 2019 mendatang.(u)