Diposting : 22 January 2019 13:43
Ketut Sugiana - Bali Tribune
BALI TRIBUNE - Panitia pembangunan Kantor Desa Selat, Klungkung yang juga aparatur kantor desa setempat tersandung kasus pengadaan lahan Kantor Desa Selat yang baru, yang dilakukan tahun 2015. Lokasi lahan yang berada di Barat Puskesmas Klungkung II di Desa Selat tersebut, diduga dimark-up dari harga normal di atas NJOP yang seharusnya Rp 20 juta.
Informasi dihimpun, kemarin menyebutkan, tanah lokasi bangunan Kantor Desa Selat yang sebelumnya dibeli pemilik seharga Rp 7,5 juta per are, namun mampu dijual melangit dan dibeli oleh panitia pembangunan Kantor Desa Selat seharga Rp 150 juta per are.
Dengan harga Rp 150 juta per are, maka lahan seluas enam are itu pun harganya ternyata jauh menggelembung dari nilai jual objek pajak (NJOP) yang seharusnya sekitar Rp 20 juta yang semestinya dibayar pihak panitia.
Hal ini kemudian memantik kecurigaan adanya penggelembungan harga dengan tanah di lokasi banguna Kantor Desa Selat ini. Dan, kisruh harga ini terungkap setelah ada masyarakat mengirim surat pengaduan ke Kejati Bali. Surat yang dikirim tanggal 3 Desember 2018 ini mendapatkan respon cepat dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali.
Untuk itu pihak Polda Bali menurunkan tim dipimpin Kompol I Gede Arianta bersama dua anggota mendatangi Kantor Desa Selat pada Selasa (15/1) lalu. Pada saat itu, petugas diterima Perbekel Desa Selat Gusti Lanang Putu Ngurah Adnyana bersama Sekdes Ketut Ariawan, Bendesa Selat, Bendesa Tabu dan perangkat Desa Selat lainnya.
Tim dari Polda ini menanyakan secara alot pelepasan dan pembangunan Kantor Desa Selat. Tim juga meminjam berkas pelepasan tanah dan pembangunan kantor desa. Sesuai laporan masyarakat menyebutkan bahwa lahan yang menjadi sorotan sekelompok warga ini dan kini menjadi lokasi tempat pembangunan Kantor Desa Selat sebelumnya dibeli berharga Rp 7,5 juta oleh I Putu Tika Winawan.
Sesuai dengan pihak Tim Pengadaan lahan lokasi bangunan Kantor Desa Selat ini kemudian membelinya selangit seharga Rp 150 juta. Yang menjadi sorotan pelapor bahwa adanya selisih harga yang begitu tinggi dan selangit dimana tanah enam are ternyata dibeli harganya jauh di atas NJOP yang seharusnya dipatok paling tinggi senilai Rp 20 juta.
Sementara itu ditemui di Kantor Desa Selat, Ketua Tim Pengadaan Tanah Kantor Desa Selat, Ketut Ariawan dengan lantang dan terus terang mengaku terpaksa membeli lahan tersebut karena tidak ada lagi lahan yang cocok untuk digunakan sebagai Kantor Desa Selat yang baru disamping sudah ada rembug di desa jika tidak dibeli, maka lahan untuk Kantor Desa Selat bakal tidak bisa terpenuhi. “Ya, terpaksa kita beli karena hanya itu saja ada lokasi yang bagus di tepi jalan,” bebernya.
Sementara itu Perbekel Desa Selat yang baru dilantik, Gusti Lanang Putu Ngurah Adnyana mengaku tidak mengerti persoalan yang terjadi saat adanya pembelian lahan tersebut. “Ya, saya tidak bisa memberi penjelasan, karena saya baru dilantik sebagai perbekel baru di Desa Selat,” ujarnya.
Namun menurutnya lahan Kantor Perbekel Desa Selat yang saat ini masih dipakai adalah lahan yang dulu milik leluhurnya termasuk lahan pribadi.