BALI TRIBUNE - Investor asal Tiongkok, China Country Garden, menjadi sorotan kalangan DPRD Provinsi Bali. Betapa tidak, investor ini dipastikan akan menggegerkan Bali lantaran sudah mengantongi izin khusus untuk membangun 3.000 unit kamar kondotel di Nusa Dua, tepatnya di samping Hotel Mulia Bali.
Celakanya, pembangunan ribuan kamar kondotel di atas tanah seluas 14 hektare itu justru dilakukan di kawasan Pura Geger. Bukan itu saja, sebab konon investor tersebut juga dengan berani memakai nama Hotel MGM, yang ternyata adalah bukan Hotel MGM Amerika yang bintang 5 melainkan operator lokal setara bintang 3 yang bernama mirip untuk mengecoh publik, yakni PT. Metropolitan Golden Management.
Hal ini tentu saja mengejutkan kalangan wakil rakyat di Renon. Dewan bahkan khawatir, jika benar investor tersebut telah mengantongi izin, hotel-hotel bintang 5 di kawasan Nusa Dua akan terancam. Bukan hanya itu, predikat Nusa Dua sebagai kawasan elit pariwisata Bali pun terancam "turun kelas" dengan adanya ribuan kondotel tersebut.
“Siapa yang memberikan izin khusus? Kalau sampai ini terwujud dan belum ada kajian apa-apa, kami khawatir kawasan wisata Nusa Dua akan menjadi kawasan yang semrawut,” tandas Ketua Komisi I DPRD Bali Ketut Tama Tenaya, saat dikonfirmasi via telepon, di Denpasar, Kamis (11/5).
Ia berpandangan, sebelum rencana pembangunan ini diberikan izin, seharusnya ada kajian yang benar-benar matang. Apalagi yang akan dibangun adalah 3.000 unit kamar kondotel. "Kawasan Nusa Dua adalah kawasan hotel berbintang lima sehingga kawasan ini tetap terjaga menjadi kawasan wisata yang elit dan berkelas dunia. Kalau benar di sana diberi izin kondotel, kawasan elit Nusa Dua akan menjadi kawasan murahan,” tegasnya.
Tak hanya soal nasib kawasan elit Nusa Dua. Kajian ini penting, menurut Tama Tenaya, karena kabarnya lokasi pembangunan kamar kondotel tersebut justru di kawasan suci dekat Pura Geger. "Itu harus dilakukan kajian secara menyeluruh. Dampak lingkungannya, dampak sosial, bagaimana mengantisipasi kemacetannya sebab kawasan tersebut jalannya kecil. Selain itu, ketersediaan air bersih, pengelolaan sampah dan limbah serta keamanannya," kata politisi PDIP asal Tanjung Benoa itu.
Ia berharap, apabila dari berbagai kajian tersebut tidak memenuhi persyaratan, maka sebaiknya pembangunan kamar kondotel dimaksud distop dulu. Apalagi yang patut dipertanyakan adalah terkait dokumen AMDAL untuk megaproyek tersebut. Demikian pula halnya dengan izin khusus yang konon sudah didapatkan investor.
"Dokumen AMDAL kita pertanyakan. Begitu pula dengan dasar pemberian izin khusus ini. Sebab kalau dibangun kondotel akan mengorbankan hotel-hotel berbintang yang sudah ada di Nusa Dua, serta merusak citra Nusa Dua sebagai kawasan eksklusif yang elit. Jangan sampai karena satu proyek dengan 3.000 kamar ini, citra yang sudah dibangun di Nusa Dua menjadi rusak," ujar Tama Tenaya.
Yang tak kalah pentingnya yang harus dikhawatirkan adalah, jangan sampai China Country Garden akan melakukan "Hit and Run" setelah mereka menjual habis condotelnya tanpa memikirkan dampak lingkungan jangka panjangnya. "Mereka berkeyakinan akan terjual habis bak kacang goreng, karena akan menjualnya sangat murah," tuturnya.
Atas dasar itu untuk menjamin adanya rasa menjaga dan memiliki terhadap lingkungan alam dan budaya, Tama Tenaya berpandangan, izin China Country Garden seharusnya adalah hotel bukan condotel. "Ini penting, supaya semua pihak bisa bertanggung jawab dan pihak pemda tetap bisa mendapatkan pemasukan pajak yang bisa digunakan untuk pembangunan sekitar Nusa Dua," pungkas Tama Tenaya, yang juga mantan Wakil Ketua DPRD Badung.